Senin, 30 Desember 2013

Filsafat islam A. IBNU MASKAWAIH dan IBNU SINA



BAB I
PENDAHULUAN

Filsafat merupakan ilmunya ilmu pengetahuan, atau induk dari ilmu pengetahuan (mother of science). Dengan berfilsafat maka lahirlah sebuah ilmu pengetahuan, karena berfilsafat merupakan mengoptimalkan daya nalar dan kritis akal manusia. Filsafat merupakan ilmu untuk mencari kebenaran yang penuh dengan tanda tanya sehingga tak heran jika terdapat perbedaan pendapat dikalangan filosof tentang esensi sesuatu hal ini tidaklah menjadi hal yang tabuh karena setiap Filosof harus menerima hasil pemikiran orang lain. Semakin banyak orang yang mau berfilsafat maka semakin berkembanglah ilmu pengetahuan.
Filsafat mulai dikenal didunia Islam pada abad IX di zaman pemerintahan daulah Abbasiyah. Pada masa itu lahirlah ilmu kedokteran, geometri, astronomi, kimia dan lainnya dengan tokoh-tokohnya yang Mashur. Dengan munculnya filsafat ditengah-tengah kehidupan umat islam, yang memberikan kebebasan seluas mungkin untuk berkembengnya pikiran secara bebas, meskipun harus menentang kebiasaan lama, membuka tabir baru terhadap perkembangan sejarah dan peradaban dunia islam.
Ibnu Miskawaih adalah salah satu tokoh filsafat islam yang memiliki pemikiran-pemikiran khususnya di bidang akhlaq. Beliau adalah cendikiawan muslim yang tetap berdasarkan Al-Qur’an dan hadits dalam berfikir. Namun menariknya Ibnu Sina juga seorang filosof muslim yang berani melawan kekangan filsafat Yunani, bahkan buah pemikirannya ini pun juga dikonsumsi oleh para pelajar barat. Lalu seperti apakah filsafatnya Ibnu maskawaih dan Ibnu Sina itu? Untuk lebih jelasnya dalam makalah ini akan di bahas lebih lanjut tentang Ibnu Miskawaih dan Ibnu sina  diantaranya karya intelektual dan pemikirannya.
Makalah ini kami buat sebagai bahan ajar mata kuliah dan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat islam yang diberi judul  “ Ibnu maskawih , Ibnu sina : karya intelektual dan pemikirannya”  dan  Apabila ada penulisan yang kurang efektif mohon dosen bisa memakluminya.








BAB II
PEMBAHASAN

A.    IBNU MASKAWAIH
Nama lengkap Ibnu Miskawaih adalah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ya’qub Ibn Miskawaih. Ia lahir pada tahun 320 H/932 M. Di Rayy, dan meninggal di Isfahan pada tanggal 9 Shafar tahun 412H/16 Februari 1030 M. Ibnu Miskawaih hidup pada masa dinasti Buwaihi (320-450 H./932-1062 M).  Yang sebagian besar pemukanya bermazhab Syi’ah. Namanya diambil dari nama kakeknya yang semula beragama majusi (persi) kemudian masuk islam. Gelarnya ialah Abu Ali, dan al-Knazain yang artinya bendahara. Maskawaih pernah dijuluki sebagai al-khazin yang berarti pustakawan,  julukan ini didapat karena dialah orang yang pernah di percaya untuk mengurus dan menangani buku-buku dalam perpustakaan pribadi ‘Adhudiddaulah Ibn Suwaihi.
Ibnu Miskawaih adalah seorang ahli sejarah yang pemikirannya sangat cemerlang. Dialah ilmuan Islam yang paling terkenal dan yang pertama kali menulis filsafat akhlak. Ia mampu memperoleh informasi dari sumber aslinya. Dia juga sangat memahami model administrasi dan setrategi peperangan sehingga dengan mudah menuliskan berbagai peristiwa secara jelas. maskawih dikenal sebagai anggota kelompok pemikir termuka yang juga berkarir politik dan aktif ber-Filsafat.  Beliau belajar sejarah pada Abu Bakar in Kamil Al-Qadhi terutama Tarikh al – Thabari, sedangkan filsafatnya Beliau belajar pada Ibnu Al-Khammar, mufassir kenamaan karya-karya Aristoteles. Namun, pemikiran beliau lebih merujuk kepada tataran filsafat etika, Beliau juga terkenal sebagai ilmuwan yang hebat, pada saat itu beliau dapat menciptakan disiplin ilmu, seperti ilmu kedokteran, ilmu bahasa, sejarah dan filsafat. Tapi beliau lebih terkenal sebagai filsuf akhlak ( al-falsafah al-amaliyyah ), dari pada sebagai filsuf Ketuhanan ( al-falsafah al-nazhariyyah al-ilahiyyah ). Ini dikarenakan, beliau termotivasi oleh keadaan masyarakat yang pada waktu itu akhlaknya kurang baik, contohnya : minum-minuman keras, perzinahan, dan lainnya.
Ibnu Miskawaih pernah menjabat sebagai sekretaris Amirul-Umarak Adhud-Daulah (949-982 M) dari daulat Buwaihi di Baghdad, merangkap kepala perpustakaan negara Bait al-Hikmah. Sebelumnya Ibnu Miskawaih mendampingi Abu Muhammad Alhasan Al-Muhallabi yang menjabat wazir pada tahun 339 H/950 M.
1.      Karya Intelektual
Sebagai seorang intelektual, Ibnu Maskawaih telah menulis beberapa buku sebagai karyanya yang telah memberi sumbangsih pada khasanah ilmu pengetahuan di dunia islam. Dalam buku para filosof islam, M.M. Syarif, M.A. terjemahan indonesia dicantumkan 18 buah karya Ibnu Miskawaih.Diantara karya-karyanya ialah:
1. Al-Fauz al-Akbar (permasalahan metafisika)
2. Al-Fauz al-Asghar (uraian singkat dalam metafisika)
3. Tajarib al-Umam (sebuah sejarah tentang banjir besar yang ditulis pada tahun 369 H/979 M)
4. Uns al-Farid (kumpulan anekdot, syair, peribahasa dan kata-kata mutiara)
5. Tartib al-Sa’adah (tentang akhlak dan politik) : Kitab al-Sa’adah, sebuah kitab filsafat etika yang
     menjadi orientasi semua manusia. Kitab ini disusun sebagai hadiah bagi ibn al-Amid, gurunya di
    ray.
6. Al-Musthafa (syair-syair pilihan)
7. Jawidan Khirad (kumpulan ungkapan bijak)
8. Al-Jami’
9. Al-Siyar (tentang aturan hidup)
10. On the Simple Drugs yang artinya Tentang Pengobatan Sederhana (mengenai kedokteran)
11. On The Composition Of The Bajats yang artinya  Tentang Komposisi Bajat (mengenai seni
     memasak)
12. Kitab al-Asyribah (mengenai jenis minuman dan pembuatannya)
13. Tahdzib al-Akhlaq (mengenai akhlaq) :    Tahdzib al-akhlaq wa tathir al-a’raq, sebuah kitab yang
      mendeskripsikan  etika dan filsafat social masyarakat terdahulu. Suatu bentuk pemilihan antara
     perilaku yang sesuai dengan syari’at  dan perilaku yang menyimpang,  beberapa pengalaman
     hidup yang dilaluinya, dan jalan metodologis kearah etika yang baik
14. Risalah fi al-Ladzdzat wal-Alam fi Jauhar al-Nafs
15. Ajwibah wa As’ilah fi al-Nafs wal-Aql
16. Al-jawab fi al-Masa’il al-Tsalats
17. Risalah fi Jawab fi Su’al Ali bin Muhammad Abu Hayyan al-Shufi fi Haqiqat al-Aql
18. Tharat al-Nafs
Ibn Miskawaih dikenal sebagai filosof etika dalam Islam. Karenanya, karya-karya yang dihasilkan adalah kebanyakan bercerita masalah pendidikan, pengajaran, etika yang utama, dan metode-metode yang baik semua masalah tersebut. Karya-karyanya tidak sedikit dipengaruhi oleh filsafat yunani, misal dalam buku al-Fauz al-Asghar dan al-Tahdzib al-Akhlak yang bertumpu pada ajaran spiritualistis tradisional Plato dan Aristoteles dengan kecenderungan Platonis. Bisa kita pahami bahwa Ibnu Miskawaih adalah intelektual muslim yang produktif.

2.      Pemikiran Ibnu Maskawaih
Para sejarahwan seakan telah sepakat dalam pernyataan bahwa maskawaih merupakan filosof yang menitik beratkan Filasfatnya pada bidang Etika. salah satu dari sekian banyak sebab yang melatar belakangi hal itu adalah kondosi socia, politik dan kultur umat yang di hadapi. tetapi pandangan Etika yang digagas miskawaih tidak terpisahkan dari keyakinan filsafatnya. Adapun Pemekiran Ibnu Maskawih mencakup beberapa hal, diantaranya ialah :
a.      Ketuhanan
Menurut Ibnu Miskawaih membuktikan adanya tuhan adalah mudah, karena kebenarannnya tentang adanya tuhan telah terbukti pada dirinya sendiri dengan jelas. Namun kesukarannya adalah karena keterbatasan akal manusia untuk menjangkaunya. Tetapai orang yang berusaha keras untuk memperoleh bukti adanya, sabar menghadapi berbagai macam kesukaran, pasti akhirnya akan sampai juga, dan akan memperoleh bukti yang meyakinkan tentang kebenaran adanya.
Miskawaih mengatakan bahwa sebenarnya tentang adanya tuhan pencipta itu telah menjadi kesepakatan filosof sejak dahulu kala. Tuhan pencipta itu Esa, Azali (tanpa awal) dan bukan materi (jisim).Tuhan ada tanpa diadakan dan ada-Nya tidak bergantung pada kepada yang lain. Tampaknya pemikiran ini sejalan dengan pemikiran Al-Farabi. Argumen yang digunakan Ibnu Miskawaih untuk membuktikan adanya tuhan yang paling ditonjolkan adalah adanya gerak atau perubahan yang terjadi pada alam. Argumen gerak ini diambil dari Aristoteles. Tuhan adalah sebagai pencipta segala sesuatu. Menciptakan dari awal segala sesuatu dari tiada menjadi ada, sebab tidak ada artinya mencipta. Alam diciptakan oleh Tuhan dari tiada, alam mengalami gerakan yang bersifat natur bagi alam yang menimbulkan perubahan. Tiap-tiap bentuk yang berubah digantikan oleh bentuk yang baru, bentuk yang lama menjadi tiada, dengan demikian terjadilah ciptaan yang terus-menerus. Pendapat ini sepaham dengan pendapat Aristoteles bahwa segala sesuatu selalu dalam perubahan yang mengubahnya dari bentuk semula. Bagi Miskawaih Allah menjadikan alam ini secara emanasi dari tiada menjadi ada, sedangkan menurut Al-Farabi alam dijadikan secara pancaran dari sesuatu akal, bahan yang sudah ada menjadi ada.
b.       Akhlak dan Etika
Ibnu Miskawaih dikenal sebagai tokoh muslim pertama kali yang menulis filsafat akhlak sehingga ia dikenal sebagai moralis dan sejarawan. Ibnu Miskawaih menolak ajaran yang mengatakan bahwa kebahagiaan hanya dapat diperoleh setelah mati, dan menekankan hal itu dapat pula dicapai di dunia. Kebahagiaan dapat dicapai dengan mengupayakan kebaikan di dunia dan akhirat. Mengikuti Aristoteles, Miskawaih mengatakan bahwa kebaikan terletak pada segala yang menjadi tujuan. Apa yang berguna untuk mencapai tujuan ini adalah baik, misalnya sarana-sarana dan tujuan ini adalah baik. Tetapi kebahagiaan atau kebaikan merupakan sesuatu yang relatif bagi pribadi. Kebajikan /kebaikan ada kalanya bersifat umum dan bersifat khusus, ada kebajikan mutlak dan ada ilmu pengetahuan luhur dimana orang yang baik akan berusaha mencapainya. Kebaikan umum adalah menjadi tujuan semua manusia, sedangkan kebaiak khusus ialah kebaikan relatif bergantung pada setiap orang.
Di dalam bukunya Tahdzib al-Akhlak wa Tath-hir al-A’raqi, Ibnu Miskawaih menguraikan bahwa manusia mempunyai tiga kekuatan yang bertingkat-tingkat sebagai berikut:
• An-Nafs al-bahimiyah (nafsu kebinatangan) yang buruk.
• An-Nafs as-sabu’iyah (nafsu binatang buas) yang sedang
• An-Nafs an-nathiqah (jiwa yang cerdas) yang baik.
Sifat buruk dari jiwa telah mempunyai kelakuan pengecut, ujub, sombong, penipu. Sedang sebagai khususiyat dari jiwa yang cerdas ialah mempunyai sifat adil, harga diri, berani, pemurah, benar dan cinta. Diantara manusia ada yang baik dari asalnya. Golongan ini tidak akan cenderung berbuat kejahatan. Namun golongan ini minoritas. Sedangkan golongan yang mayoritas adalah golongan yang dari asalnya sudah cenderung kepada kejahatan sehingga sulit untuk ditarik cenderung kepada kebaikan. Sedangkan diantara kedua golongan tersebut ada golongan yang dapat beralih kepada kejahatan. Hal ini tergantung pada pendidikan dan lingkungan ia hidup.
Dari pemikirannya ini kita pahami bahwa sifat baik dan buruk sebagai fitrah dapat dipengaruhi oleh pendidikan dan lingkungan. Olek karena itu pendidikan dan lingkingan yang islami akan menciptakan manusia dengan akhlak yang baik dan sebaliknya.  menurut maskawaih moral atau akhlak adalah suatu sikap mental (halun li al-nafs) yang mengandung gaya dorong untuk berbuat tanpa berpikir dengan banyak pertimbangan. bagi maskawih perubahan akhlak itu selalu terbuka, terutama melalui jalur pendidikan. atas dasar ini, dalam mengagas Etika Maskawaih merumuskan perinsip-perinsip berikut :
1)      Tujuan ilmu akhlak adalah membawa manusia menuju kesempurnaan; dikarnakan kesempurnaan manusia terletak dalam pemikiran, maka perbuatan harus berdasarkan pemikiran, sehingga tujuan akhlak adalah terciptanya kesempurnaan pengetahuan dan kesempurnaan amal
2)      Kesenangan indrawi bukan merupakan kebahagiaan manusia. nikmat akal yang lebih sesuai untuk manusia.
3)      Pendidikan akhlak harus ditanamkan sedini mungkin kepada anak-anak dan di sesuaikan jenis kajiannya sesuai perkembangan mereka.
Dalam membahas masalah akhlak, ada tiga pokok bahasan yaitu :
1)       kebaikan (al – khair)
2)      kebahagiaan ( al-sa’adah)
3)      keutamaan ( al-fadhillah )

B.    IBNU SINA
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali Husain Ibn Abdillah Ibn Sina. Ia lahir pada tahun 980 M di Asfshana, suatu tempat dekat Bukhara. Ayahnya berasal dari Kota Balakh kemudian pindah ke Bukhara pada masa Raja Nuh ibnu Manshur dan diangkat oleh raja sebagai penguasa di Kharmaitsan, satu wilayah dari kota Bukhara. Di kota ini ayahnya menikah dengan Sattarah dan dikaruniai seorang anak; Ali Husein (Ibnu Sina). Ibnu Sina di besarkan dalam lingkungan keluarga Syi’ah Isma’iliyah pada kurun kekacauan dan kemunduran dinasti Abbasyiah kurun yang menyaksikan Banu Buwaih menduduki bagdad setelah melengserkan dinasti Abbasyiah. Ia mempunyai ingatan dan kecerdasan yang luar biasa sehingga dalam usia 10 tahun telah mampu menghafal al-Qur’an, sebagian sastra Arab, dan ia juga hafal kitab metafisika karangan aristoteles, setelah membacanya 40 kali. Ia juga mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya. Dalam  usia  16 tahun telah banyak menguasai ilmu pengetahuan, sastra arab, Fikih, Ilmu Hitung, Ilmu Ukur, logika dan Filsafat, kemahirannya dalam ilmu kedokteran sudah dikenal orang, bahkan banyak orang yang berdatangan untuk berguru kepadanya. Tidak hanya teori – teori kedokteran yang ia pelajari, tetapi juga melakukan praktek dan mengobati orang – orang sakit. ketika berumur 17 tahun ia pernah mengobati pangeran Nuh Ibn Mansur sehingga pulih kembali kesehatannya. Sejak itu, Ibnu Sina mendapat sambutan baik sekali dikalangan masyarakat. Ibnu Sina pula sebagai orang pertama yang menemukan peredaran darah manusia, dimana enam ratus tahun kemudian disempurnakan oleh William Harvey. Dia juga orang yang pertama kali mengatakan bahwa bayi selama masih dalam kandungan mengambil makanannya lewat tali pusarnya. Dia juga yang mula-mula mempraktekkan pembedahan penyakit-penyakit bengkak yang ganas, dan menjahitnya. Dan dia juga terkenal sebagai dokter ahli jiwa yang kini disebut psikoterapi .
       Selain sebagai filosof dan dokter, ia juga di kenal sebagai penyair. Ilmu-ilmu pengetahuan seperti ilmu jiwa, logika, kedokteran dan kimia, ia tulis dalam bentuk syair. Kebanyakan buku-bukunya telah disalin kedalam bahasa Latin. Orang-orang Eropa mulai mempergunakan buku-buku itu sebagai referensi diberbagai universitas. Oleh karena itu nama Ibnu Sina pada abad pertengahan sangat berpengaruh di Eropa. Ia meninggal pada tahun 428 H (1037 M) di Hamdzan.
1.      Karya Intelektual
      Diantara karangan – karangan Ibnu Sina adalah :
1.         As- Syifa’ (Buku tentang Penemuan, atau Buku tentang Penyembuhan).
2.         Al- Najah, latinnya salus (penyelamat), keringkasan dari as-Syifa’.
3.         Al-Isyaroh wa al-tanbihah (isyarat dan peringatan), mengenai logika dan hikmah.
4.         Al-Qonun fi al-tibb, ensiklopedi medis dan setelah diterjemahkan dalam bahasa Latin menjadi buku pedoman pada Universitas-Universitas di Eropa sampai abad XVII
5.         Al-Hikmah al-‘Arudhiyyah
6.         Hidayah al-Rais li al- Amir
7.         Risalah fi al-Kalam ala al-Nafs al-Nathiyah
8.          Al-mantiq al-Masyriqiyyin (Logika timur)
9.         Mabhas ‘An Al-Quwat Al-Nafsiah
10.     Ahwal ‘Al-Nafs
11.     ‘Uyun Al-Hikmah
12.     Kitab Al-Siyasah
13.     tahsil Al-Sa’adah
14.     Kitab Al-Mubahatsat
15.     Risalah Al-Thair
16.     Risalah Fi Sirr Alqadar
17.     Risalah Fi Al-‘Isyq
18.     Al-Qashidah Al’Aniyah
19.     Al-Qashidah Al-muzdawiyyah
20.     Al-Urjuzah Fi Al-thibb

2.      Filsafat Ibnu Sina
Menurut Ibnu sina  tujuan filsafat adalah penetapan realitas segala sesuatu sepanjang hal itu mungkin bagi manusia. filsafat ibnu sina terbagi dalam dua wilayah besar yaitu teoritis dan praktis. teoritis yaitu mencari kebenaran, sedangkan praktis pengetahuan tentang kebaikan. dari dua wilayah tersebut bertujuan untuk menyempurnakan jiwa.
Kunci utama daari pandangan Epistemologi ibnu sina ada pada persoalan persepsi, persepsi terbagi dua yaitu persepsi internal dan eksternal. persepsi internal  diantaranya :
a.       sensus communis, berupa tempat seluruh indra.
b.      Indera imajinatif : indra yang melestarikan imaji-imaji perseptual
c.       imaji logis : dasar bagi tindakan karena jiwa dikuasai oleh nalar
d.      indera wahn : berfungsi menyerap gerakan gerakan non inderawi seperti cinta pada objek-objek materi.
e.      niat (Ma’ani) : berfungsi untuk menyimpan gagasan-gagasan dalam ingatan

3.      Pemikiran  ibnu sina
Berkaitan dengan metafisika, Ibnu Sina juga membicarakan sifat  wujudiyah yang terpenting dan yang mempunyai kedudukan diatas segala sifat lain, walaupun esensi sendiri. Esensi, dalam faham Ibnu Sina terdapat dalam akal, sedang wujud terdapat di luar akal. Wujudlah yang membuat tiap esensi yang dalam akal mempunyai kenyataan diluar akal. Tanpa wujud, esensi tidak besar artinya. Oleh sebab itu wujud lebih penting dari esensi. Tidak mengherankan kalau dikatakan bahwa Ibnu Sina telah terlebih dahulu menimbulkan falsafat wujudiah atau existentialisasi dari filosof - filosof lain. Kombinasi essensi dan wujud dapat dibagi :
1)      Essensi yang tak dapat mempunyai wujud (mumtani’al-wujud) yaitu sesuatu yang mustahil berwujud  (impossible being). Contohnya rasa sakit.
2)      Essensi yang boleh mempunyai wujud dan boleh pula tidak mempunyai wujud (mumkin al-wujud) yaitu sesuatu yang mungkin berwujud tetapi mungkin pula tidak berwujud. Contohnya adalah alam ini yang pada mulanya tidak ada kemudian ada dan akhirnya akan hancur menjadi tidak ada.
3)      Essensi yang mesti mempunyai wujud (wijib al-wujud). Disini essensi tidak bisa dipisahkan dari wujud. Essensi dan wujud adalah sama dan satu kesatuan. Di sini essensi tidak dimulai oleh tidak berwujud dan kemudian berwujud, sebagaimana halnya dengan essensi dalam kategori kedua, tetapi essensi ini mesti dan wajib mempunyai wujud selama lamanya. Wajib al wujud inilah yang mewujudkan mumkin al wujud.
Dalam pembagian wujud wajib dan mumkin, Ibnu Sina terpengaruh oleh pembagian wujud para mutakallimun antara lain: baharu (al-hadits) dan Qadim (al-Qadim).Karena dalil mereka tentang wujud Allah didasarkan pada “hadits” dan “qadim” sehingga, setiap orang yang ada selain Allah adalah baharu, yakni didahului oleh zaman. Pendirian ini mengakibatkan lumpuhnya kemurahan Allah pada zaman yang mendahului alam mahluk ini, sehingga Allah tidak pemurah pada satu waktu dan Maha Pemurah pada waktu lain. Dengan kata lain perbuatan-Nya tidak Qadim dan tidak mesti wajib. Untuk menghindari keadaan Tuhan yang demikian itu, Ibnu Sina telah menyatakan sejak awal “bahwa sebab kebutuhan kepada al-wajib (Tuhan) adalah mungkin, bukan baharu”. Pernyataan ini akan membawa kepada iradah Allah sejak Qadim, sebelum Zaman.
4.      Filsafat Jiwa
 Ibnu Sina memberikan perhatian yang khusus terhadap pembahasan tentang jiwa, Memang tidak sukar untuk mencari unsur-unsur pikiran yang membentuk teorinya tentang kejiwaan, seperti pikiran-pikiran Aristoteles, Galius atau Plotinus, terutama pikiran-pikiran Aristoteles yang banyak dijadikan sumber pikiran-pikirannya. Namun hal ini tidak berarti bahwa Ibnu Sina tidak mempunyai konsep sendiri dalam segi pembahasan fisika maupun segi pembahasan metafisika. Pemikiran terpenting yang dihasilkan Ibnu Sina ialah filsafatnya tentang jiwa. Ibnu Sina membagi jiwa dalam tiga bahagian :
1.        Jiwa tumbuh – tumbuhan, dengan daya - daya : Makan ,Tumbuh, Berkembang biak.
2.       Jiwa binatang, dengan daya - daya : Gerak, Menangkap, menangkapterbagi dua : a) Menagkap dari luar dengan panca indera, b) Menangkap dari dalam dengan indera - indera dalam meliputi :
1)      Indera bersama yang menerima segala apa yang ditangkap oleh panca indera
2)      Representasi yang menyimpan segala apa yang diterima oleh indera bersama
3)      Imaginasi yang dapat menyusun apa yang disimpan dalam representasi
4)      Estimasi yang dapat menangkap hal - hal abstraks yang terlepas dari materi umpamanya keharusan lari bagi kambing dari anjing serigala.
5)      Rekoleksi yang menyimpan hal - hal abstrak yang diterima oleh estimasi.
3.       Jiwa manusia dengan daya - daya :
1)      Praktis yang hubungannya dengan badanTeoritis yang hubungannya adalah dengan hal - hal abstrak. Daya ini mempunyai tingkatan :
a.       Akal materiil yang semata - mata mempunyai potensi untuk berfikir dan belum dilatih walaupun sedikitpun.
b.      Intelectual in habits, yang telah mulai dilatih untuk berfikir tentang hal - hal abstrak.
c.       Akal actuil, yang telah dapat berfikir tentang hal - hal abstrak
d.      Akal mustafad yaitu akal yang telah sanggup berfikir tentang hal - hal abstrak dengan tak perlu pada daya upaya.

5.      Falsafat Wahyu dan Nabi
Pentingnya gejala kenabian dan wahyu ilahi merupakan sesuatu yang oleh Ibnu Sina telah diusahakan untuk dibangun dalam empat tingkatan : intelektual, “imajinatif”, keajaiban, dan sosio politis. Totalitas keempat tingkatan ini memberi kita petunjuk yang jelas tentang motivasi, watak dan arah pemikiran keagamaan.




BAB III
KESIMPULAN

Nama lenkap Ibnu Miskawaih ialah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ya’qub Ibn Miskawaih. Ia lahir pada tahun 320 H/932 M. Di rayy (sekarang Teheran), dan meninggal di isfahan pada tanggal 9 Shafar tahun 412 H/ 16 Februari 1030 M. Ibnu Miskawaih hidup pada masa dinasti Buwaihi (320-450 H/932-1062 M) yang sebagian besar pemukanya bermazhab Syi’ah dan beliau pernah menjadi bendahara sehingga mendapat gelar al-Knazain dan gelar Abu Ali, indikasi inilah yang membuat ia dianggap penganut Syi’ah. Dalam dunia islam beliau dikenal sebagai seorang sejarawan, sastrawan, filosof, dan moralis karena luasnya ilmu pengetahuan yang beliau miliki. Menurut pemikirannya Tuhan adalah pencipta tidak berjisim dan azali. Tuhan Esa, Ia tidak terbagi dan tidak mengandung kejamakan dan tidak ada yang setara denganNya. Ia ada tanpa diadakan, adanya tidak bergantung pada yang lain sementara yang lain membutuhkanNya. Banyak dari pemikirannya yang dipengaruhi oleh pemikiran Plato dan Aristoteles tetapi lebih platonis. Dalam hal penciptaan alam semesta misalnya yang diciptakan dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Pada masalah esensi ruh yang kekal dan bergerak. Terlepas dari pengaruh pemikiran yunani tersebut pemikiran Ibnu Maskawai berpengaruh pada perkembangan islam yang telah memberika kemajuan dalam masalah akhlak terutama. Beliau adalah orang yang pertama kali menulis tentang akhlak melalui karya-karya beliau yang mazhur seperti namanya. Manusia ada yang memiliki sifat baik dari asalnya yang jumlahnya sedikit dan cenderung untuk berbuat baik, ada yang memiliki sifat buruk dari aslnya yang jumlahnya banyak dan cenderung berbuat jahat, dan diantara keduanya ada golongan yang dapat beralih pada kejahatan hal ini tergantung pada pendidikan dan lingkungan dimana ia tinggal.
Ibnu Sina (980-1037) Ibnu Sina adalah ilmuan muslim yang mahir di banyak bidang seperti kedokteran, politik, kesenian, dan filsafat. Beliau juga seorang penulis yang produktif dimana sebagian besar karyanya adalah tentang filosofi dan pengobatan. Salah satu karyanya adalah as-Syifa’ yang memuat tentang filsafat. Jalan fikiran ibnu Sina bertolak dari konsepsi makhluk dan mengembangkan dengan argumentasi ontologia. Secara garis besar, ia membagi sesuatu yang ada atas dua sisi. Yaitu Fisika dan Metafisika. Ibnu Sina menganggap Tuhan adalah sebab yang efficient dari alam. Tuhan bertindak dalam alam yang bergerak terus-menerus dalam wujud yang ada, sebagai sebab dirinya sendiri atau dibutuhkan oleh yang lain.








DAFTAR PUSTAKA


Nasution, Dr. Hasyimsyah, M.A. Filsafat Islam, Gaya Media Pratama, Jakarta. 1999.
Oliver Leaman. Ibn Miskawaih dalam Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam. Mizan, Bandung. 2003.
Prof. Dr. H. Sirajuddinzar, M. A, Filsafat Islam, Filosof dan filsafatnya. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2004.
M.M. Syarif, (Ed.), The History of Muslim Philosophy, (New York : Dover Piblications, 1967)  469
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme dalam Islam,1992,Jakarta : Bulan Bintang
Sudarsono, filsafat islam,2004,jakarta : PT Rineka cipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar