BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat
merupakan ilmunya ilmu pengetahuan, atau induk dari ilmu pengetahuan (mother of
science). Dengan berfilsafat maka lahirlah sebuah ilmu pengetahuan, karena
berfilsafat merupakan mengoptimalkan daya nalar dan kritis akal manusia.
Filsafat merupakan ilmu untuk mencari kebenaran yang penuh dengan tanda tanya
sehingga tak heran jika terdapat perbedaan pendapat dikalangan filosof tentang
esensi sesuatu hal ini tidaklah menjadi hal yang tabuh karena setiap Filosof
harus menerima hasil pemikiran orang lain. Semakin banyak orang yang mau
berfilsafat maka semakin berkembanglah ilmu pengetahuan.
Filsafat mulai
dikenal didunia Islam pada abad IX di zaman pemerintahan daulah Abbasiyah. Pada
masa itu lahirlah ilmu kedokteran, geometri, astronomi, kimia dan lainnya
dengan tokoh-tokohnya yang Mashur. Dengan munculnya filsafat ditengah-tengah
kehidupan umat islam, yang memberikan kebebasan seluas mungkin untuk
berkembengnya pikiran secara bebas, meskipun harus menentang kebiasaan lama,
membuka tabir baru terhadap perkembangan sejarah dan peradaban dunia islam.
Ibnu Miskawaih
adalah salah satu tokoh filsafat islam yang memiliki pemikiran-pemikiran
khususnya di bidang akhlaq. Beliau adalah cendikiawan muslim yang tetap
berdasarkan Al-Qur’an dan hadits dalam berfikir. Namun menariknya Ibnu Sina
juga seorang filosof muslim yang berani melawan kekangan filsafat Yunani,
bahkan buah pemikirannya ini pun juga dikonsumsi oleh para pelajar barat. Lalu
seperti apakah filsafatnya Ibnu maskawaih dan Ibnu Sina itu? Untuk lebih
jelasnya dalam makalah ini akan di bahas lebih lanjut tentang Ibnu Miskawaih
dan Ibnu sina diantaranya karya
intelektual dan pemikirannya.
Makalah ini
kami buat sebagai bahan ajar mata kuliah dan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Filsafat islam yang diberi judul
“ Ibnu maskawih , Ibnu sina : karya intelektual dan pemikirannya” dan
Apabila ada penulisan yang kurang efektif mohon dosen bisa memakluminya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. IBNU
MASKAWAIH
Nama lengkap
Ibnu Miskawaih adalah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ya’qub Ibn Miskawaih. Ia lahir
pada tahun 320 H/932 M. Di Rayy, dan meninggal di Isfahan pada tanggal 9 Shafar
tahun 412H/16 Februari 1030 M. Ibnu Miskawaih hidup pada masa dinasti Buwaihi
(320-450 H./932-1062 M). Yang sebagian
besar pemukanya bermazhab Syi’ah. Namanya diambil dari nama kakeknya yang
semula beragama majusi (persi) kemudian masuk islam. Gelarnya ialah Abu Ali,
dan al-Knazain yang artinya bendahara. Maskawaih pernah dijuluki sebagai
al-khazin yang berarti pustakawan, julukan
ini didapat karena dialah orang yang pernah di percaya untuk mengurus dan
menangani buku-buku dalam perpustakaan pribadi ‘Adhudiddaulah Ibn Suwaihi.
Ibnu Miskawaih
adalah seorang ahli sejarah yang pemikirannya sangat cemerlang. Dialah ilmuan
Islam yang paling terkenal dan yang pertama kali menulis filsafat akhlak. Ia
mampu memperoleh informasi dari sumber aslinya. Dia juga sangat memahami model
administrasi dan setrategi peperangan sehingga dengan mudah menuliskan berbagai
peristiwa secara jelas. maskawih dikenal sebagai anggota kelompok pemikir
termuka yang juga berkarir politik dan aktif ber-Filsafat. Beliau belajar sejarah pada Abu Bakar in Kamil
Al-Qadhi terutama Tarikh al – Thabari, sedangkan filsafatnya Beliau belajar
pada Ibnu Al-Khammar, mufassir kenamaan karya-karya Aristoteles. Namun, pemikiran
beliau lebih merujuk kepada tataran filsafat etika, Beliau juga terkenal
sebagai ilmuwan yang hebat, pada saat itu beliau dapat menciptakan disiplin
ilmu, seperti ilmu kedokteran, ilmu bahasa, sejarah dan filsafat. Tapi beliau
lebih terkenal sebagai filsuf akhlak ( al-falsafah al-amaliyyah ), dari pada sebagai
filsuf Ketuhanan ( al-falsafah al-nazhariyyah al-ilahiyyah ). Ini dikarenakan,
beliau termotivasi oleh keadaan masyarakat yang pada waktu itu akhlaknya kurang
baik, contohnya : minum-minuman keras, perzinahan, dan lainnya.
Ibnu Miskawaih
pernah menjabat sebagai sekretaris Amirul-Umarak Adhud-Daulah (949-982 M) dari
daulat Buwaihi di Baghdad, merangkap kepala perpustakaan negara Bait al-Hikmah.
Sebelumnya Ibnu Miskawaih mendampingi Abu Muhammad Alhasan Al-Muhallabi yang
menjabat wazir pada tahun 339 H/950 M.
1.
Karya Intelektual
Sebagai
seorang intelektual, Ibnu Maskawaih telah menulis beberapa buku sebagai
karyanya yang telah memberi sumbangsih pada khasanah ilmu pengetahuan di dunia
islam. Dalam buku para filosof islam, M.M. Syarif, M.A. terjemahan indonesia
dicantumkan 18 buah karya Ibnu Miskawaih.Diantara karya-karyanya ialah:
1. Al-Fauz al-Akbar (permasalahan
metafisika)
2. Al-Fauz al-Asghar (uraian
singkat dalam metafisika)
3. Tajarib al-Umam (sebuah
sejarah tentang banjir besar yang ditulis pada tahun 369 H/979 M)
4. Uns al-Farid (kumpulan
anekdot, syair, peribahasa dan kata-kata mutiara)
5. Tartib al-Sa’adah (tentang akhlak
dan politik) : Kitab al-Sa’adah, sebuah kitab filsafat etika yang
menjadi orientasi semua manusia. Kitab ini
disusun sebagai hadiah bagi ibn al-Amid, gurunya di
ray.
6. Al-Musthafa (syair-syair
pilihan)
7. Jawidan Khirad (kumpulan
ungkapan bijak)
8. Al-Jami’
9. Al-Siyar (tentang aturan
hidup)
10. On the Simple Drugs yang
artinya Tentang Pengobatan Sederhana (mengenai kedokteran)
11. On The Composition Of The
Bajats yang artinya Tentang Komposisi
Bajat (mengenai seni
memasak)
12. Kitab al-Asyribah (mengenai
jenis minuman dan pembuatannya)
13. Tahdzib al-Akhlaq (mengenai
akhlaq) : Tahdzib al-akhlaq wa tathir al-a’raq,
sebuah kitab yang
mendeskripsikan etika dan filsafat social masyarakat
terdahulu. Suatu bentuk pemilihan antara
perilaku yang sesuai dengan syari’at dan perilaku yang menyimpang, beberapa pengalaman
hidup yang dilaluinya, dan jalan
metodologis kearah etika yang baik
14. Risalah fi al-Ladzdzat
wal-Alam fi Jauhar al-Nafs
15. Ajwibah wa As’ilah fi al-Nafs
wal-Aql
16. Al-jawab fi al-Masa’il
al-Tsalats
17. Risalah fi Jawab fi Su’al Ali
bin Muhammad Abu Hayyan al-Shufi fi Haqiqat al-Aql
18. Tharat al-Nafs
Ibn Miskawaih
dikenal sebagai filosof etika dalam Islam. Karenanya, karya-karya yang
dihasilkan adalah kebanyakan bercerita masalah pendidikan, pengajaran, etika
yang utama, dan metode-metode yang baik semua masalah tersebut. Karya-karyanya
tidak sedikit dipengaruhi oleh filsafat yunani, misal dalam buku al-Fauz
al-Asghar dan al-Tahdzib al-Akhlak yang bertumpu pada ajaran spiritualistis
tradisional Plato dan Aristoteles dengan kecenderungan Platonis. Bisa kita
pahami bahwa Ibnu Miskawaih adalah intelektual muslim yang produktif.
2.
Pemikiran Ibnu Maskawaih
Para
sejarahwan seakan telah sepakat dalam pernyataan bahwa maskawaih merupakan
filosof yang menitik beratkan Filasfatnya pada bidang Etika. salah satu dari
sekian banyak sebab yang melatar belakangi hal itu adalah kondosi socia, politik
dan kultur umat yang di hadapi. tetapi pandangan Etika yang digagas miskawaih
tidak terpisahkan dari keyakinan filsafatnya. Adapun Pemekiran Ibnu Maskawih
mencakup beberapa hal, diantaranya ialah :
a.
Ketuhanan
Menurut Ibnu
Miskawaih membuktikan adanya tuhan adalah mudah, karena kebenarannnya tentang
adanya tuhan telah terbukti pada dirinya sendiri dengan jelas. Namun
kesukarannya adalah karena keterbatasan akal manusia untuk menjangkaunya.
Tetapai orang yang berusaha keras untuk memperoleh bukti adanya, sabar
menghadapi berbagai macam kesukaran, pasti akhirnya akan sampai juga, dan akan
memperoleh bukti yang meyakinkan tentang kebenaran adanya.
Miskawaih
mengatakan bahwa sebenarnya tentang adanya tuhan pencipta itu telah menjadi
kesepakatan filosof sejak dahulu kala. Tuhan pencipta itu Esa, Azali (tanpa
awal) dan bukan materi (jisim).Tuhan ada tanpa diadakan dan ada-Nya tidak
bergantung pada kepada yang lain. Tampaknya pemikiran ini sejalan dengan
pemikiran Al-Farabi. Argumen yang digunakan Ibnu Miskawaih untuk membuktikan
adanya tuhan yang paling ditonjolkan adalah adanya gerak atau perubahan yang
terjadi pada alam. Argumen gerak ini diambil dari Aristoteles. Tuhan adalah
sebagai pencipta segala sesuatu. Menciptakan dari awal segala sesuatu dari
tiada menjadi ada, sebab tidak ada artinya mencipta. Alam diciptakan oleh Tuhan
dari tiada, alam mengalami gerakan yang bersifat natur bagi alam yang
menimbulkan perubahan. Tiap-tiap bentuk yang berubah digantikan oleh bentuk
yang baru, bentuk yang lama menjadi tiada, dengan demikian terjadilah ciptaan
yang terus-menerus. Pendapat ini sepaham dengan pendapat Aristoteles bahwa
segala sesuatu selalu dalam perubahan yang mengubahnya dari bentuk semula. Bagi
Miskawaih Allah menjadikan alam ini secara emanasi dari tiada menjadi ada,
sedangkan menurut Al-Farabi alam dijadikan secara pancaran dari sesuatu akal,
bahan yang sudah ada menjadi ada.
b.
Akhlak dan
Etika
Ibnu Miskawaih
dikenal sebagai tokoh muslim pertama kali yang menulis filsafat akhlak sehingga
ia dikenal sebagai moralis dan sejarawan. Ibnu Miskawaih menolak ajaran yang
mengatakan bahwa kebahagiaan hanya dapat diperoleh setelah mati, dan menekankan
hal itu dapat pula dicapai di dunia. Kebahagiaan dapat dicapai dengan
mengupayakan kebaikan di dunia dan akhirat. Mengikuti Aristoteles, Miskawaih
mengatakan bahwa kebaikan terletak pada segala yang menjadi tujuan. Apa yang
berguna untuk mencapai tujuan ini adalah baik, misalnya sarana-sarana dan
tujuan ini adalah baik. Tetapi kebahagiaan atau kebaikan merupakan sesuatu yang
relatif bagi pribadi. Kebajikan /kebaikan ada kalanya bersifat umum dan
bersifat khusus, ada kebajikan mutlak dan ada ilmu pengetahuan luhur dimana
orang yang baik akan berusaha mencapainya. Kebaikan umum adalah menjadi tujuan
semua manusia, sedangkan kebaiak khusus ialah kebaikan relatif bergantung pada
setiap orang.
Di dalam
bukunya Tahdzib al-Akhlak wa Tath-hir al-A’raqi, Ibnu Miskawaih menguraikan
bahwa manusia mempunyai tiga kekuatan yang bertingkat-tingkat sebagai berikut:
• An-Nafs al-bahimiyah (nafsu
kebinatangan) yang buruk.
• An-Nafs as-sabu’iyah (nafsu
binatang buas) yang sedang
• An-Nafs an-nathiqah (jiwa yang
cerdas) yang baik.
Sifat buruk
dari jiwa telah mempunyai kelakuan pengecut, ujub, sombong, penipu. Sedang
sebagai khususiyat dari jiwa yang cerdas ialah mempunyai sifat adil, harga
diri, berani, pemurah, benar dan cinta. Diantara manusia ada yang baik dari
asalnya. Golongan ini tidak akan cenderung berbuat kejahatan. Namun golongan
ini minoritas. Sedangkan golongan yang mayoritas adalah golongan yang dari asalnya
sudah cenderung kepada kejahatan sehingga sulit untuk ditarik cenderung kepada
kebaikan. Sedangkan diantara kedua golongan tersebut ada golongan yang dapat
beralih kepada kejahatan. Hal ini tergantung pada pendidikan dan lingkungan ia
hidup.
Dari pemikirannya
ini kita pahami bahwa sifat baik dan buruk sebagai fitrah dapat dipengaruhi
oleh pendidikan dan lingkungan. Olek karena itu pendidikan dan lingkingan yang
islami akan menciptakan manusia dengan akhlak yang baik dan sebaliknya. menurut maskawaih moral atau akhlak adalah
suatu sikap mental (halun li al-nafs) yang mengandung gaya dorong untuk berbuat
tanpa berpikir dengan banyak pertimbangan. bagi maskawih perubahan akhlak itu
selalu terbuka, terutama melalui jalur pendidikan. atas dasar ini, dalam mengagas
Etika Maskawaih merumuskan perinsip-perinsip berikut :
1) Tujuan ilmu akhlak adalah membawa manusia menuju kesempurnaan;
dikarnakan kesempurnaan manusia terletak dalam pemikiran, maka perbuatan harus
berdasarkan pemikiran, sehingga tujuan akhlak adalah terciptanya kesempurnaan
pengetahuan dan kesempurnaan amal
2) Kesenangan indrawi bukan merupakan kebahagiaan manusia. nikmat
akal yang lebih sesuai untuk manusia.
3) Pendidikan akhlak harus ditanamkan sedini mungkin kepada
anak-anak dan di sesuaikan jenis kajiannya sesuai perkembangan mereka.
Dalam membahas masalah akhlak,
ada tiga pokok bahasan yaitu :
1) kebaikan (al – khair)
2) kebahagiaan ( al-sa’adah)
3) keutamaan ( al-fadhillah )
B.
IBNU SINA
Nama lengkap
Ibnu Sina adalah Abu Ali Husain Ibn Abdillah Ibn Sina. Ia lahir pada tahun 980
M di Asfshana, suatu tempat dekat Bukhara. Ayahnya berasal dari Kota Balakh
kemudian pindah ke Bukhara pada masa Raja Nuh ibnu Manshur dan diangkat oleh
raja sebagai penguasa di Kharmaitsan, satu wilayah dari kota Bukhara. Di kota
ini ayahnya menikah dengan Sattarah dan dikaruniai seorang anak; Ali Husein
(Ibnu Sina). Ibnu Sina di besarkan dalam lingkungan keluarga Syi’ah Isma’iliyah
pada kurun kekacauan dan kemunduran dinasti Abbasyiah kurun yang menyaksikan
Banu Buwaih menduduki bagdad setelah melengserkan dinasti Abbasyiah. Ia
mempunyai ingatan dan kecerdasan yang luar biasa sehingga dalam usia 10 tahun
telah mampu menghafal al-Qur’an, sebagian sastra Arab, dan ia juga hafal kitab
metafisika karangan aristoteles, setelah membacanya 40 kali. Ia juga
mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya. Dalam usia
16 tahun telah banyak menguasai ilmu pengetahuan, sastra arab, Fikih,
Ilmu Hitung, Ilmu Ukur, logika dan Filsafat, kemahirannya dalam ilmu kedokteran
sudah dikenal orang, bahkan banyak orang yang berdatangan untuk berguru
kepadanya. Tidak hanya teori – teori kedokteran yang ia pelajari, tetapi juga
melakukan praktek dan mengobati orang – orang sakit. ketika berumur 17 tahun ia
pernah mengobati pangeran Nuh Ibn Mansur sehingga pulih kembali kesehatannya.
Sejak itu, Ibnu Sina mendapat sambutan baik sekali dikalangan masyarakat. Ibnu
Sina pula sebagai orang pertama yang menemukan peredaran darah manusia, dimana
enam ratus tahun kemudian disempurnakan oleh William Harvey. Dia juga orang yang
pertama kali mengatakan bahwa bayi selama masih dalam kandungan mengambil
makanannya lewat tali pusarnya. Dia juga yang mula-mula mempraktekkan
pembedahan penyakit-penyakit bengkak yang ganas, dan menjahitnya. Dan dia juga
terkenal sebagai dokter ahli jiwa yang kini disebut psikoterapi .
Selain sebagai filosof dan dokter, ia juga
di kenal sebagai penyair. Ilmu-ilmu pengetahuan seperti ilmu jiwa, logika,
kedokteran dan kimia, ia tulis dalam bentuk syair. Kebanyakan buku-bukunya
telah disalin kedalam bahasa Latin. Orang-orang Eropa mulai mempergunakan buku-buku
itu sebagai referensi diberbagai universitas. Oleh karena itu nama Ibnu Sina
pada abad pertengahan sangat berpengaruh di Eropa. Ia meninggal pada tahun 428
H (1037 M) di Hamdzan.
1.
Karya Intelektual
Diantara karangan – karangan Ibnu Sina
adalah :
1.
As- Syifa’ (Buku tentang
Penemuan, atau Buku tentang Penyembuhan).
2.
Al- Najah, latinnya salus
(penyelamat), keringkasan dari as-Syifa’.
3.
Al-Isyaroh wa al-tanbihah
(isyarat dan peringatan), mengenai logika dan hikmah.
4.
Al-Qonun fi al-tibb,
ensiklopedi medis dan setelah diterjemahkan dalam bahasa Latin menjadi buku
pedoman pada Universitas-Universitas di Eropa sampai abad XVII
5.
Al-Hikmah al-‘Arudhiyyah
6.
Hidayah al-Rais li al- Amir
7.
Risalah fi al-Kalam ala
al-Nafs al-Nathiyah
8.
Al-mantiq al-Masyriqiyyin (Logika timur)
9.
Mabhas ‘An Al-Quwat
Al-Nafsiah
10.
Ahwal ‘Al-Nafs
11.
‘Uyun Al-Hikmah
12.
Kitab Al-Siyasah
13.
tahsil Al-Sa’adah
14.
Kitab Al-Mubahatsat
15.
Risalah Al-Thair
16.
Risalah Fi Sirr Alqadar
17.
Risalah Fi Al-‘Isyq
18.
Al-Qashidah Al’Aniyah
19.
Al-Qashidah Al-muzdawiyyah
20.
Al-Urjuzah Fi Al-thibb
2.
Filsafat Ibnu Sina
Menurut Ibnu sina tujuan filsafat adalah penetapan realitas
segala sesuatu sepanjang hal itu mungkin bagi manusia. filsafat ibnu sina
terbagi dalam dua wilayah besar yaitu teoritis dan praktis. teoritis yaitu
mencari kebenaran, sedangkan praktis pengetahuan tentang kebaikan. dari dua
wilayah tersebut bertujuan untuk menyempurnakan jiwa.
Kunci utama daari pandangan
Epistemologi ibnu sina ada pada persoalan persepsi, persepsi terbagi dua yaitu
persepsi internal dan eksternal. persepsi internal diantaranya :
a.
sensus communis, berupa
tempat seluruh indra.
b.
Indera imajinatif : indra
yang melestarikan imaji-imaji perseptual
c.
imaji logis : dasar bagi
tindakan karena jiwa dikuasai oleh nalar
d.
indera wahn : berfungsi
menyerap gerakan gerakan non inderawi seperti cinta pada objek-objek materi.
e.
niat (Ma’ani) : berfungsi
untuk menyimpan gagasan-gagasan dalam ingatan
3.
Pemikiran ibnu sina
Berkaitan dengan metafisika, Ibnu
Sina juga membicarakan sifat wujudiyah
yang terpenting dan yang mempunyai kedudukan diatas segala sifat lain, walaupun
esensi sendiri. Esensi, dalam faham Ibnu Sina terdapat dalam akal, sedang wujud
terdapat di luar akal. Wujudlah yang membuat tiap esensi yang dalam akal
mempunyai kenyataan diluar akal. Tanpa wujud, esensi tidak besar artinya. Oleh
sebab itu wujud lebih penting dari esensi. Tidak mengherankan kalau dikatakan
bahwa Ibnu Sina telah terlebih dahulu menimbulkan falsafat wujudiah atau
existentialisasi dari filosof - filosof lain. Kombinasi essensi dan wujud dapat
dibagi :
1) Essensi yang tak dapat mempunyai wujud (mumtani’al-wujud) yaitu
sesuatu yang mustahil berwujud
(impossible being). Contohnya rasa sakit.
2) Essensi yang boleh mempunyai wujud dan boleh pula tidak
mempunyai wujud (mumkin al-wujud) yaitu sesuatu yang mungkin berwujud tetapi
mungkin pula tidak berwujud. Contohnya adalah alam ini yang pada mulanya tidak
ada kemudian ada dan akhirnya akan hancur menjadi tidak ada.
3) Essensi yang mesti mempunyai wujud (wijib al-wujud). Disini
essensi tidak bisa dipisahkan dari wujud. Essensi dan wujud adalah sama dan
satu kesatuan. Di sini essensi tidak dimulai oleh tidak berwujud dan kemudian
berwujud, sebagaimana halnya dengan essensi dalam kategori kedua, tetapi essensi
ini mesti dan wajib mempunyai wujud selama lamanya. Wajib al wujud inilah yang
mewujudkan mumkin al wujud.
Dalam
pembagian wujud wajib dan mumkin, Ibnu Sina terpengaruh oleh pembagian wujud
para mutakallimun antara lain: baharu (al-hadits) dan Qadim (al-Qadim).Karena
dalil mereka tentang wujud Allah didasarkan pada “hadits” dan “qadim” sehingga,
setiap orang yang ada selain Allah adalah baharu, yakni didahului oleh zaman.
Pendirian ini mengakibatkan lumpuhnya kemurahan Allah pada zaman yang mendahului
alam mahluk ini, sehingga Allah tidak pemurah pada satu waktu dan Maha Pemurah
pada waktu lain. Dengan kata lain perbuatan-Nya tidak Qadim dan tidak mesti
wajib. Untuk menghindari keadaan Tuhan yang demikian itu, Ibnu Sina telah
menyatakan sejak awal “bahwa sebab kebutuhan kepada al-wajib (Tuhan) adalah
mungkin, bukan baharu”. Pernyataan ini akan membawa kepada iradah Allah sejak
Qadim, sebelum Zaman.
4.
Filsafat Jiwa
Ibnu Sina memberikan perhatian yang khusus
terhadap pembahasan tentang jiwa, Memang tidak sukar untuk mencari unsur-unsur
pikiran yang membentuk teorinya tentang kejiwaan, seperti pikiran-pikiran
Aristoteles, Galius atau Plotinus, terutama pikiran-pikiran Aristoteles yang
banyak dijadikan sumber pikiran-pikirannya. Namun hal ini tidak berarti bahwa
Ibnu Sina tidak mempunyai konsep sendiri dalam segi pembahasan fisika maupun
segi pembahasan metafisika. Pemikiran terpenting yang dihasilkan Ibnu Sina
ialah filsafatnya tentang jiwa. Ibnu Sina membagi jiwa dalam tiga bahagian :
1. Jiwa tumbuh – tumbuhan,
dengan daya - daya : Makan ,Tumbuh, Berkembang biak.
2. Jiwa binatang, dengan daya - daya : Gerak, Menangkap,
menangkapterbagi dua : a) Menagkap dari luar dengan panca indera, b) Menangkap
dari dalam dengan indera - indera dalam meliputi :
1)
Indera bersama yang
menerima segala apa yang ditangkap oleh panca indera
2)
Representasi yang menyimpan
segala apa yang diterima oleh indera bersama
3)
Imaginasi yang dapat
menyusun apa yang disimpan dalam representasi
4)
Estimasi yang dapat
menangkap hal - hal abstraks yang terlepas dari materi umpamanya keharusan lari
bagi kambing dari anjing serigala.
5)
Rekoleksi yang menyimpan
hal - hal abstrak yang diterima oleh estimasi.
3. Jiwa manusia dengan daya - daya :
1)
Praktis yang hubungannya
dengan badanTeoritis yang hubungannya adalah dengan hal - hal abstrak. Daya ini
mempunyai tingkatan :
a.
Akal materiil yang semata -
mata mempunyai potensi untuk berfikir dan belum dilatih walaupun sedikitpun.
b.
Intelectual in habits, yang
telah mulai dilatih untuk berfikir tentang hal - hal abstrak.
c.
Akal actuil, yang telah
dapat berfikir tentang hal - hal abstrak
d.
Akal mustafad yaitu akal
yang telah sanggup berfikir tentang hal - hal abstrak dengan tak perlu pada
daya upaya.
5.
Falsafat Wahyu dan Nabi
Pentingnya
gejala kenabian dan wahyu ilahi merupakan sesuatu yang oleh Ibnu Sina telah
diusahakan untuk dibangun dalam empat tingkatan : intelektual, “imajinatif”,
keajaiban, dan sosio politis. Totalitas keempat tingkatan ini memberi kita
petunjuk yang jelas tentang motivasi, watak dan arah pemikiran keagamaan.
BAB III
KESIMPULAN
Nama lenkap
Ibnu Miskawaih ialah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ya’qub Ibn Miskawaih. Ia lahir pada
tahun 320 H/932 M. Di rayy (sekarang Teheran), dan meninggal di isfahan pada
tanggal 9 Shafar tahun 412 H/ 16 Februari 1030 M. Ibnu Miskawaih hidup pada
masa dinasti Buwaihi (320-450 H/932-1062 M) yang sebagian besar pemukanya
bermazhab Syi’ah dan beliau pernah menjadi bendahara sehingga mendapat gelar
al-Knazain dan gelar Abu Ali, indikasi inilah yang membuat ia dianggap penganut
Syi’ah. Dalam dunia islam beliau dikenal sebagai seorang sejarawan, sastrawan,
filosof, dan moralis karena luasnya ilmu pengetahuan yang beliau miliki.
Menurut pemikirannya Tuhan adalah pencipta tidak berjisim dan azali. Tuhan Esa,
Ia tidak terbagi dan tidak mengandung kejamakan dan tidak ada yang setara
denganNya. Ia ada tanpa diadakan, adanya tidak bergantung pada yang lain
sementara yang lain membutuhkanNya. Banyak dari pemikirannya yang dipengaruhi
oleh pemikiran Plato dan Aristoteles tetapi lebih platonis. Dalam hal
penciptaan alam semesta misalnya yang diciptakan dari sesuatu yang tidak ada
menjadi ada. Pada masalah esensi ruh yang kekal dan bergerak. Terlepas dari
pengaruh pemikiran yunani tersebut pemikiran Ibnu Maskawai berpengaruh pada
perkembangan islam yang telah memberika kemajuan dalam masalah akhlak terutama.
Beliau adalah orang yang pertama kali menulis tentang akhlak melalui
karya-karya beliau yang mazhur seperti namanya. Manusia ada yang memiliki sifat
baik dari asalnya yang jumlahnya sedikit dan cenderung untuk berbuat baik, ada
yang memiliki sifat buruk dari aslnya yang jumlahnya banyak dan cenderung
berbuat jahat, dan diantara keduanya ada golongan yang dapat beralih pada
kejahatan hal ini tergantung pada pendidikan dan lingkungan dimana ia tinggal.
Ibnu Sina
(980-1037) Ibnu Sina adalah ilmuan muslim yang mahir di banyak bidang seperti
kedokteran, politik, kesenian, dan filsafat. Beliau juga seorang penulis yang
produktif dimana sebagian besar karyanya adalah tentang filosofi dan pengobatan.
Salah satu karyanya adalah as-Syifa’ yang memuat tentang filsafat. Jalan
fikiran ibnu Sina bertolak dari konsepsi makhluk dan mengembangkan dengan
argumentasi ontologia. Secara garis besar, ia membagi sesuatu yang ada atas dua
sisi. Yaitu Fisika dan Metafisika. Ibnu Sina menganggap Tuhan adalah sebab yang
efficient dari alam. Tuhan bertindak dalam alam yang bergerak terus-menerus
dalam wujud yang ada, sebagai sebab dirinya sendiri atau dibutuhkan oleh yang
lain.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Dr. Hasyimsyah, M.A. Filsafat Islam, Gaya Media
Pratama, Jakarta. 1999.
Oliver Leaman. Ibn Miskawaih dalam Ensiklopedi Tematis
Filsafat Islam. Mizan, Bandung. 2003.
Prof. Dr. H. Sirajuddinzar, M. A, Filsafat Islam, Filosof
dan filsafatnya. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2004.
M.M. Syarif, (Ed.), The History of Muslim Philosophy, (New
York : Dover Piblications, 1967) 469
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme dalam
Islam,1992,Jakarta : Bulan Bintang
Sudarsono, filsafat islam,2004,jakarta : PT Rineka cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar