Rabu, 27 Februari 2013

MAKALAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN GURU “Guru Dan kepemimpinan “



MAKALAH
PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN GURU
“Guru Dan kepemimpinan “
tugas ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengembangan kepribadian guru yang berjudul “ Guru dan kepemimpinan ”


Dibuat oleh kelompok 10 :
Yulia syarifah              1211202271



UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG 2012

BAB I
PENDAHULUAN


Soekanto (2003: hal. 288) mendefinisikan kepemimpinan sebagai “…kemampuan
seseorang (yaitu pemimpin atau leader) untuk mempengaruhi orang lain (yaitu
yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya).
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan.
Sedangkan  guru yang profesional sebagai “guru yangmemiliki keahlian, tanggung jawab, dan rasa kesejawatan.” Yang dimaksud dengan ‘memiliki keahlian’ adalah memiliki kompetensi yang layak untuk menjadi guru. Kompetensi di sini diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan,sikap, dan keterampilan yang diperlukan oleh seseorang dalam kaitan dengan tugas seorang guru. Berkenaan dengan tanggung jawab, guru dalam menjalankan segala aktivitasnya terutama aktivitas profesionalnya haruslah disertai rasa tanggung jawab terhadap Allah SWT, bangsa dan negara, lembaga tempat mengabdi, organisasi profesi, dan kode etik jabatannya. Adapun yang dimaksud dengan rasa kesejawatan adalah satu perwujudan solidaritas kebersamaan sesama guru sebagai sumber dinamika kebersamaan dalam mencapai tujuan bersama.
Untuk itu, kami membuat makalah ini yang berjudul tentang “ GURU DAN KEPEMIMPINAN  “ sebagai bahan ajar mata kuliah dan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pengembangan kepribadian guru.  dan  Apabila ada penulisan yang kurang efektif mohon dosen bisa memaklumunya






BAB II
PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN
Secara luas definisi kepemimpinan dikemukakan oleh Yukl (1989:4-5). Ia menyatakan bahwa kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.
Surya (2003: 141) mendefinisikan guru yang profesional sebagai “guru yang memiliki keahlian, tanggung jawab, dan rasa kesejawatan.” Yang dimaksud dengan ‘memiliki keahlian’ adalah memiliki kompetensi yang layak untuk menjadi guru. Kompetensi di sini diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan oleh seseorang dalam kaitan dengan tugas seorang guru. Berkenaan dengan tanggung jawab, guru dalam menjalankan segala aktivitasnya terutama aktivitas profesionalnya haruslah disertai rasa tanggung jawab terhadap Allah SWT, bangsa dan negara, lembaga tempat mengabdi, organisasi profesi, dan kode etik jabatannya. Adapun yang dimaksud dengan rasa kesejawatan adalah satu perwujudan solidaritas kebersamaan sesama guru sebagai sumber dinamika kebersamaan dalam mencapai tujuan bersama.

B.      FUNGSI KEPEMIMPINAN

Al Muchtar (2001: hal. 252) menyebutkan sejumlah fungsi kepemimpinan, yakni: perencanaan, pemikir, organisator, dinamisator, koordinator, pemegang amanah, pengawas, penengah, pemersatu, pendidik, pembimbing, dan pelapor. Selanjutnya Al Muchtar mengungkapkan bahwa untuk dapat menjalankan fungsi-fungsi tersebut, pemimpin haruslah memiliki tiga keterampilan, yaitu:

1.      echnical skills (penguasaan organisasi mulai dari prosedur kerja sampai evaluasi hasil    
karya);
2.      conceptual skills (merumuskan gagasan atau menjelaskan keadaan rumit ke dalam
bentuk yang mudah dipahami oleh anggota kelompoknya),
3.      human skills (hubungan sosial dan bekerja sama, dan lain-lain.

Pemimpin dalam melaksakan fungsi kepemimpinannya itu memiliki gayagaya tertentu. Gaya-gaya tersebut biasanya khas dan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga, yaitu: otoriter, demokratis, dan laissez faire. Gaya kepemimpinan otoriter adalah suatu gaya kepemimpinan dimana pemimpin merupakan penentu segala aktivitas dalam kelompok termasuk standar-standarnya. Para anggota tidak diajak untuk berpartisipasi dalam proses penentuan/pengambil keputusan tentang segala sesuatu dalam organisasi. Gaya kepemimpinan demokratis menghendaki adanya partisipasi aktif dari anggota-anggotanya dalam organisasi termasuk dalam penentuan kebijakan yang diambil dalam organisasi. Sedangkan kepemimpinan laissez faire bersifat pasif. Pemimpin menyerahkan sepenuhnya segala sesuatu dalam organisasi pada para anggotanya termasuk dalam hal-hal yang bersifat strategi seperti penentuan arah organisasi.

C.      GURU DAN KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan guru dalam pendidikan amat berpengaruh dalam menghasilkan out put yang berprestasi, baik akademik maupun non akademik. Sekarang ini, kiprah guru sebagai teladan seolah luluh oleh keegoisan anak didik, pengaruh kemajuan teknologi, dan juga keapatisan guru. Andai kata setiap guru menjalankan lima jenis kepemimpinan dalam pendidikan, maka guru akan menjadi pahlawan abadi di hati anak didik. Lima hal yang harus dimiliki guru sebagai pemimpin pendidikan yaitu :
1.      menjadi pemimpin yang disukai,
2.      dipercaya,
3.      mampu membimbing,
4.       berkepribadian,
5.      serta abadi sepanjang zaman.

Ki Hajar Dewantara merupakan salah satu contoh sosok yang berdedikasi sebagai guru, pendidik, pembimbing dan pejuang yang hingga hari ini terus terpatri dan abadi di masyarakat Indonesia. Sebagai sosok yang disukai dan menyukai siswa, seorang guru secara fisik hendaknya bisa menyenangkan hati siswa. Ini bisa dimulai dari cara berpakaian, berbicara, dan tidak pelit bercanda ria. Kadang juga perlu bagi seorang guru untuk berbagi cerita dengan siswa sehingga tidak ada jarak antar keduanya. Meski guru juga tetap bersikap hati-hati dan tetap arif dalam menempatkan diri sebagai orang tua kedua siswa. Sebagai sosok yang mampu dipercaya atau amanah, seorang guru harus memberi materi pembelajaran secara benar. Sebab perkataan seorang guru ibarat senjata bagi siswa yang akan dibawanya sepanjang umur. Untuk menumbuhkan sikap saling percaya, guru harus menempatkan siswa sebagai sosok yang memiliki kemampuan.
 Tugas guru adalah menggali serta mengembangkan potensi itu agar menumbuhkan rasa percaya diri siswa. Menghargai kerja keras dalam proses belajar-mengajarnya dan siswa pun merasa dihargai dan dipercaya sehingga menimbulkan kepercayaan pada sosok gurunya. Adapun sikap yang dikembangkan berupa pemberian tanggung jawab, memperbaiki kesalahan siswa dan selalu menggali kemampuan yang dimiliki siswa dengan memperhatikan perbedaan kemampuan masing-masing siswanya.
Selain dapat dipercaya, guru juga sebagai motivator yaitu guru harus mampu membimbing dan memberi semangat siswa-siswinya dalam meraih sukses. Bersikap loyal dalam meningkatkan kualitas belajar siswanya, memaksimalkan strategi pembelajaran, menggunakan media dan sumber yang ada, serta mendorong siswa dalam semua kegiatan sehingga siswa lebih percaya diri dalam meraih asanya.
Dengan demikian sosok guru sebagai pembimbing dan motivator sangat berperan untuk kemajuan pendidikan, sikap memberi dan mendahulukan kepentingan siswa/ umum menjadi teladan dalam prilaku akan menjadikan panutan pengikut-pengikutnya atau siswa-siswi itu dengan sendirinya. Dalam pembelajaran di kelas jangan sungkan-sungkan memberikan pujian,penghargaan untuk merangsang kemajuan belajarnya sampai siswa itu benar-benar merasa berharga dan bermanfaat baik bagi dirinya maupun teman-temanya. Jika mereka melakukan kesalahan arahkan dengan bijak. Sebagai guru harus jeli, apa yang diinginkan anak didiknya dan tidak pelit terhadap nasehat. Tumbuhkan impian suksesnya dan kembangkan rasa percaya diri dan keberaniannya. Selain itu pemimpin yang hampir sempurna adalah pemimpin yang berkepribadian yang baik (akhlakhul karimah ) maka guru yang diharapkan adalah pribadi yang mampu mengenal dirinya sendiri karena dengan mengenal kekuranga-kekuranganya pasti kita akan mampu memperbaiki nya dan menyadarinya sehingga mau menerima masukan atau kritikan, terus belajar dan mengenal kelebihan dirinya dan mampu mentransperkan ilmunya kepada anak didiknya sehingga generasi kita akan lebih baik dan sukses karena guru telah mampu menyaring dan memberikan yang terbaik untuk kehidupanan masa depan siswa-siswinya. Menahan hawa nafsu juga tak kalah penting dalam mewujudkan guru yang berkepribadian baik, bersikap demokratis, tidak sewenang-wenang karena merasa lebih pintar, lebih tua, dan berpengalaman. Kadang-kadang guru tidak mau dikritik atau pun belajar.
Guru yang abadi adalah guru yang mampu diingat sepanjang masa oleh siswa-siwinya, diukir dalam sanubarinya sampai dia dewasa. Bila siswa-siswi kita selalu mengingat, meneladani dan melaksanakan petuah serta berhasil dalam akademik, berarti siswa itu sudah mengenang dan mengabadikan gurunya. pembelajaran yang dilakukuan dikelas semasa kecilnya terukir abadi di hatinya.sikap abadi ini menunjukan adanya penyatuan dari gabungan sikap-sikap yang telah diterimanya selama ini baik secara intelegensi atau pun emosinya.dengan demikian guru sebaiknya memilki 5 tahapan tersebut dan bila kita sudah mampu melakukanya insyaalah kita akan menjadi guru yang abadi dihati siswa-siswinya. Bila guru sudah mampu meraih kelima jenis tahapan kepemimpinan pendidikan tersebut maka guru tersebut akan mampu menciptakan generasi penerus yang sehat, berintelektual dan memiliki emosi yang baik sehingga prestasi akan mudah diraih karena pada dasarnya setiap anak memiliki kecerdasan dan kelebihan. Hanya saja guru sebaiknya dapat mengasah dan membantu mengembangkan kecerdasan yang dimilikinya sampai anak dapat meraih impian dan cita-citanya sesuai dengan perkembangannya.
Maka jadilah guru sebagai pemimpin pendidikan yang disukai, dipercaya, didengar bimbinganya, diteladani kepribadianya dan dikenang sepanjang nafasnya.


BAB III
KESIMPULAN
Surya juga menyebutkan lima unjuk kerja yang menjadi gambaran kualitas profesionalisme yang selayaknya dimiliki guru, yaitu:

1.      keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal
2.       meningkatkan dan memelihara citra profesi
3.      keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional yang    
      dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan keterampilannya
4.      mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi
5.      memiliki kebanggaan terhadap profesinya. Kemampuan guru untuk mempengaruhi para siswa supaya melakukan pembelajaran dengan baik adalah suatu keharusan.

Oleh karenanya, guru profesional hendaklah selalu berupaya untuk meningkatkan kepemimpinannya dengan mengetahui tugas-tugas utama yang dilakukan pemimpin, fungsinya, dan keterampilan-keterampilan apa yang harus dimiliki untuk menjadi pemimpin yang baik. Dengan penguasaan hal-hal tersebut, diharapkan guru profesional dapat benar-benar memimpin siswa mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Menjadi pemimpin tidak hanya harus selalu berada di depan (front leader), bisa saja di tengah (social leader) maupun di belakang (rear leader).











DAFTAR PUSTAKA
Al Muchtar, S. (2001). Pendidikan dan Masalah Sosial Budaya. Bandung: Gelar
Pustaka Mandiri.
Soekanto, S. (2003). Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: PT RadjaGrafindo
Persada
Surya, M.. (2003). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Yayasan
Bhakti Winaya.
internet web. Dean_wincester. kepemimpinan guru dalam pendidikan. pengarang indrayanto.

URP pendidikan agama dari orang tua dirumah huungannya dengan akhlak siswa di sekolah


PENDIDIKAN AGAMA DARI ORANGTUA DI RUMAH HUBUNGANNYA DENGAN  AKHLAK SISWA DI SEKOLAH
( coretan belum jadi )
A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan masalah hidup yang tidak bisa pernah lepas dari kehidupan manusia. Pendidikan juga sudah menjadi kebutuhan manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dari kehidupan yang sebelumnya. Hal ini dikarnakan, tanpa pendidikan, bangsa ini sulit meraih masa depan yang cerah, damai dan sejahtera. Dan tanpa pendidikan yang kuat, dapat dipastikan bangsa ini pun akan terus tenggelam dalam keterpurukan.
Menurut Muhibbin Syah (2008:40) Pendidikan adalah proses menumbuh kembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran. Menurut Bukhari Umar (2010:29) Pendidikan agama islam adalah proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai nilai dari anak didik melalui penumbuhan pengembangan potensi fitrahnya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan  hidup dalam segala aspek. Untuk membentuk manusia yang berkualitas  bukanlah  hal yang mudah tetapi harus diusahakan dengan kerja keras . 
Pendidikan itu merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua, pemerintah dan masyarakat. Atas dasar inilah maka pendidikan di negara kita dibedakan kepada dua jalur, yaitu jalur sekolah dan jalur luar sekolah. Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak-anak mulai menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam keluarga. Orang tua atau ibu dan ayah memegang peranan penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Pertama-tama seorang anak menerima pendidikan adalah dalam keluarga, maka baik tidaknya situasi dalam keluarga akan sangat berpengaruh bagi setiap pribadi anak, kepada orang tua diberikan amanah untuk memelihara dan mendidiknya.
Membina akhlak merupakan bagian yang sangat penting dalam tujuan Pendidikan Nasional. Sebagaimana tercantum dalam Undang – Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang menyatakan bahwa tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak  mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Menurut sebagian ahli bahwa akhlaq tidak perlu dibentuk, karena akhlaq adalah gorizah yang dibawa manusia sejak lahir. Dalam pandangan ini, maka akhlaq yang tumbuh dengan sendirinya walaupun tanpa dibentuk atau diusahakan. (Abidin Nata, 1996 : 154). Namun pendapat lain mengatakan bahwa akhlaq adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan dan perjuangan keras dan sungguh – sungguh. Sedangkan pendidikan akhlak diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk membentuk manusia agamis dengan menanamkan aqidah keimanan, amaliah dan budi pekerti atau akhlak yang terpuji untuk menjadi manusia yang taqwa kepada Allah swt.
Pendidikan akidah harus ditanamkan kepada generasi muda harapan bangsa. Akidah merupakan inti dasar keimanan seseorang yang harus dilakukan dalam rangka pembentukan karakter berbasis akidah dalam kehidupan mereka untuk meneruskan perjuangan agama Islam. Hal ini selaras dengan anjuran Allah SWT. Pendidikan akidah merupakan process of instruction an training, yaitu kegiatan membimbing anak manusia menuju kedewasaan dan kemandirian. Kesadaran akan tanggung jawab mendidik dan membina anak secara terus menerus perlu di kembangkan kepada setiap orang tua, mereka juga perlu di bekali dengan teori-teori pendidikam modern sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan demikian, tingkat dan kualitas materi pendidikan yang diberikan dapat digunakan anak untuk menghadapi perubahan oleh perbedaan tempat dan waktu. Bila hal ini dapat di lakukan oleh setiap orang tua, maka generasi mendatang telah mempunyai kekuatan mental menghadapi perubahan dalam masyarakat. Untuk dapat berbuat demikian, tentu saja orang tua perlu meningkatkan ilmu dan keterampilannya sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kualitas diri orang tua antara lain dengan cara belajar seumur hidup, sebagai diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu :
“Belajar seumur hidup dan menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim dan muslimat tanpa kecuali.” Oleh karena itu, para orang tua yang ingin menanamkan kesadaran beragama kepada anak-anaknya, haruslah memahami dengan jelas, bahwa masalah agama adalah hal yang sangat urgen (penting, utama).
Ada 3 (tiga) faktor mengapa kesadaran beragama perlu ditanamkan sedini mungkin kepada anak-anak.
1.      Agama memberikan bimbingan dalam kehidupan manusia sejak masih anak-anak, dimasa dewasa, sampai kepada hari tua, agar beradab, bermoral lahur dan berprikemanusiaan.
2.      Agama dapat menolong manusia sejak masa anak-anak agar menjadi seorang yang tabah, seorang yang sabar dan pikirannya terbuka dalam menghadapi problema yang ada.
3.      Agama dapat membimbing anak-anak dapat hidup tenang, jiwanya lebih tentram, dan terhindar dari godaan serta cobaan. Dengan demikian, anak-anak akan merasa bahwa Tuhan telah turut campur dan bersedia menolong mereka untuk menanggulangi masalah yang dihadapi dalam mencapai cita-cita mereka.

Berdasarkan hal tersebut, terdapat suatu dugaan bahwa orang tua baik secara langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh terhadap pendidikan akhlak anak.
 Fenomena Pada kenyataan di lapangan usaha-usaha membina akhlaq melalui berbagai lembaga pendidikan dan mulia berbagai macam metode terus dikembangkan. Ini menunjukan bahwa akhlaq memang pelu dibina dan pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan Rosul-Nya, hormat kepada ibu bapaknya dan sebagainya.
Untuk itu harus ada upaya pembinaan terhadap siswa di sekolah ataupun di luar sekolah, baik itu oleh orangtua atau guru sebagai pendidik. Upaya tersebut agar dilakukan dalam hubungan kerjasama yang harmonis, baik memalui pendidikan dalam keluarga maupun pendidikan (pembinaan mental) yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Namun pada kenyataannya di lapangan, tidak sedikit kendala untuk mewujudkan kerjasama semacam itu baik dikarenakan tingkatan pendidikan orang tua yang rendah, kesibukan orangtua, maupun linkungan masyarakat yang kurang menunjang. sehingga masih banyak anak yang melakukan tindakan kriminal yang dilakukan para siswa dan seringnya terjadi tawuran antar pelajar, bertingkah laku tidak sopan, berbicara yang kasar, dan tidak menunjukan pribadi akhlak yang terpuji. sebagai akibat dari tidak berhasilnya Pembinaan Akhlaq dan Budi Pekerti pada siswa. Kegagalam pembina akhlaq akan menimbulkan masalah yang sangat besar, bukan saja pada kehidupan bangsa saat ini tetapi juga masa yang akan datang. Disamping banyaknya, orang tua yang kurang mengerti terhadap pendidikan anak, bahkan ada orang tua yang tersinggung ketika menerima laporan mengenai keburukan tingkah laku anaknya.
Telepas dari permasalahan diatas, peneliti ingin mencari gambaran yang kongkrit dan akurat mengenai manfaat peran serta tokoh masyarakat dan guru pendidikan agama islam dalam membina akhlaq siswa sehingga dapat memberikan kontribusi bagi keberhasilan pendidikan pada umumnya dan keberhasilan pembinaan akhlaq.
Bertitik tolak dari latar belakang permasalahan diatas, menarik sekali untuk diteliti lebih lanjut maka penulis mencoba merumuskan kedalam judul penelitian : “ PENDIDIKAN AGAMA DARI ORANGTUA DI RUMAH HUBUNGANNYA DENGAN AKHLAK SISWA DI SEKOLAH “ (penelitian di kelas V SDN cijawura Bandung).
B.  Rumusan masalah
Berdasarkan pada pemaparan latar belakang di atas, penulis merumuskannya sebagai berikut : 
1.      Bagaimana Pendidikan Agama dari orangtua dirumah  terhadap siswa kelas V SDN
Cijawura Bandung ?
2.   Bagaimana Akhlak siswa di sekolah kelas V SDN Cijawura Bandung ?
3.   Bagaimana Hubungannya antara Pendidikan Agama dari orangtua dengan akhlak siswa di sekolah Kelas V SDN Cijawura Bandung ?
C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1.      Mengetahui realita Pendidikan Agama dari orangtua di rumah  terhadap siswa kelas V SDN Cijawura Bandung.
2.      Mengetahui realita Akhlak siswa di sekolah siswa kelas V SDN Cijawura Bandung.
3.      Mengetahui realita Hubungan antara Pendidikan Agama dari orangtua di rumah dengan akhlak siswa di sekolah pada siswa kelas V SDN Cijawura Bandung.
       Adapun kegunaan penelitian adalah :
1.      Memberikan masukan kepada orangtua tentang pentingnya pendidikan agama terhadap akhlak anak.
2.      Memberikan kepada pengelola pendidikan dan kepada instansi pemerintah agar memperhatinkan akidah siswa agar kelak anak didik lebih beriman.
3.      Untuk mengetahui pelaksanaan Pendidikan Agama dari orangtua dan guru Pendidikan Agama Islam dalam membina akhlaq Siswa di SDN Cijawura Bandung
4.      Untuk mengetahui hambatan dalam Pendidikan Agama dari orangtua dan guru Pendidikan Agama Islam dalam membina akhlaq Siswa di SDN Cijawura Bandung
D. Kerangka Pemikiran
Pendidikan agama merupakan Pokok dari semua ilmu pengetahuan, agar berakhlaq mulia maka harus mengenal Allah SWT. Tidak mengenal Allah sama halnya dengan tidak beriman, walaupun berpengetahuan tinggi tapi ia akan bertindak tidak tahu arah, tidak sesuai dengan aturan agama islam, ia akan mempunyai akhlaq yang tidak baik. Agar terciptanya manusia dan masyarakat Indonesia termasuk generasi muda yang tepat guna dalam menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang semakin maju maka perlu adanya bimbingan dan pembinaan terhadap pendidikan agama dari orangtua di rumah.
Pendidikan agama dari orangtua di rumah merupakan suatu kewajiban untuk mendidik, mengarahkan dan mengasuh agar menjadi Individu yang sholeh dan berakhlak mulia. Peranan orang tua mendidik dalam rumah tangga sangat penting karena dalam keluarga seorang anak mula-mula memperoleh bimbingan dan pendidikan dari orang tuanya. 
Jika diperhatikan akhir-akhir ini banyak sekali bentuk aktivitas anak yang menyimpang yang tidak sesuai dengan norma-norma susila maupun norma-norma agama, seperti perkelahian, penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan kriminal. Jadi kenalkanlah anak dengan berbagai dinamikanya yang terjadi selama ini mutlak menuntut perhatian serta usaha penaggulangnnya dari berbagai pihak, yaitu orangtua, sekolah dan masyarakat. Usaha ini tidak bisa dilakukan secara sepihak melainkan harus ada kerjasama yang harmonis dan seimbang. Kerjasama dimaksud ialah melakukan suatu usaha yang ditangani oleh berbagai pihak yaitu orang tua dan guru pendidikan agama islam .
Akhlak adalah sebagai budi pekerti atau kelakuan. Dalam Bahasa Arab kata akhlak (akhlaq) di artikan sebagai tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama. Meskipun kata akhlak berasal dari Bahasa Arab, Kebanyakan kata akhlak dijumpai dalam hadis. Satu-satunya kata yang ditemukan semakna akhlak dalam al Qur'an adalah bentuk tunggal, yaitu khuluq. Menurut Imam Gazali, akhlak adalah keadaan yang bersifat batin dimana dari sana lahir perbuatan dengan mudah tanpa dipikir dan tanpa dihitung resikonya. Sedangkan ilmu akhlak adalah ilmu yang berbicara tentang baik dan buruk dari suatu perbuatan.
Mengingat kedudukan dan peranan guru pendidikan agama islam dalam pembinaan Akhlaq siswa memiliki posisi yang strategis dalam hubungan ini Allah SWT berfirman dalam Al-Qur`an Ali Imron ayat 104.
Artinya : ”Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (Al-Qur`an dan terjemahnya, Departemen Agama RI, 1984 : 93)
Peran serta orang tua terhadap pembinaan akhlaq anak memiliki posisi yang strategis, mengingat kedudukan orang tua adalah merupakan penaggungjawab pendidikan yang pertama dan utama. Hal tersebut menunjukan bahwa keberhasilan dalam membina akhlaq sangat ditentukan oleh adanya pembinaan mental yang dilakukan melalui pendidikan dalam keluarga terhadap akhlak siswa di sekolah.
Keberadaan setiap variabel yang terangkum dalam penelitian ini harus ditentukan terlebih dahulu untuk pendalaman teori melalui indikator variabel masing-masing. untuk pengumpulan data pada variabel X diarahkan pada : Pendidikan Agama dari orangtua di rumah. (Abidin Nata, 1996 : 154).yaitu :  
1.      Pendidikan
2.      Latihan
3.      Pembinaan
4.      Perjuangan keras dan sungguh – sungguh
Sedangkan pada variabel Y, Akhlak siswa di sekolah kelas V SDN Cijawura Bandung. Undang – Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, tujuannya yaitu:
1.      Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.      Berakhlak  mulia
3.      Sehat
4.      Berilmu
5.      Budi pekerti
6.      Kreatif
7.      Mandiri
8.      Menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka kerangka logis mengenai Pendidikan Agama dari orang tua dirumah hubungannya dengan Akhlak siswa di sekolah dapat di gambarkan dengan menyajikan skema sebagai berikut :




KORELASIONER

Pendidikan Agama dari orangtua di rumah
( Variabel X )





Akhlak siswa di sekolah kelas V SDN Cijawura Bandung
( Variabel Y )
v  Indikator Pendidikan Agama dari orangtua di rumah :

1.      Pendidikan Agama
2.      Latihan
3.      Pembinaan & Bimbingan
4.      Perjuangan keras dan sungguh – sungguh
v  Indikator Akhlak siswa di sekolah:

1.      Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.      Berakhlak  mulia
3.      Sehat
4.      Berilmu
5.      Budi pekerti
6.      Kreatif
7.      Mandiri
8.      Menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

RESPONDEN

E. Hypotesa
Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah penelitian yang kebenaranya masih lemah, sehingga harus di uji secara empiris, hipotesis berasal dari kata “hypo” yang berarti dibawah dan “thesa” yang berarti kebenaran. Jadi, hipotesis adalah proporsi yang masih bersifat sementara dan masih harus diuji kebenarannya (Yaya Suryana & Tedi Priyatna, 2009:149). Permasalahan yang akan diteliti adalah Pendidikan Agama dari orangtua di rumah Hubunganya dengan Akhlak siswa di sekolah. oleh karena itu, penelitian ini akan di pusatkan pada dua variabel, yaitu Pendidikan Agama dari orangtua di rumah yang dijadikan variabel X, dan Akhlak siswa di sekolah sebagai variabel Y.
Berdasarkan pada uraian di atas maka dapat ditarik asumsi bahwa perubahan Akhlak siswa di sekolah salah satunya dipengaruhi oleh pembinaan Pendidikan Agama dari orangtua dirumah. atau dengan kata lain Pendidikan Agama dari orangtua di rumah merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi Akhlak siswa di sekolah. oleh karna itu penelitian ini bertolak dari hipotesis “ Semakin tinggi Pendidikan Agama dari orangtua dirumah maka semakin tinggi Akhlak siswa di sekolah.
Untuk menguji hipotesis tersebut diatas, dirumuskan hipotesis statistik sebagai berikut:
Ho : ρ = 0 (Tidak terdapat hubungan positif antara pendidikan agama dari orangtua di
        rumah dengan akhlak siswa di sekolah)
Ha : ρ > 0 ( Terdapat hubungan positif antara pendidikan agama dari orangtua di
        rumah dengan akhlak siswa di sekolah)
Pengujiannya menggunakan analisis korelasi dan regresi. Untuk menguji signifikasi koefesien korelasi digunakan uji “t” pada taraf signifikasi 5% dengan ketentuan apabila (t) hutung lebih kecil dari (t) tabe, maka hipotesis nol diterima dan artinya tidak terdapat korelasi yang signifikan antara pendidikan agama dari orangtua dengan akhlak siswa di sekolah, sebaliknya apabila (t) hitung lebih besar dari (t) tabel, maka hipotesis alternatif ( kerja atau penelitian) diterima dan artinya terdapat korelasi yang signifikan antara pendidikan agama dari orangtua dengan akhlak siswa di sekolah. Pernyataan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
Jika t hit ≥ t tab berarti Ho ditolak (Ha diterima)
Jika t hit ≤ t tab berarti Ho diterima (Ha ditolak)

F. Langkah-langkah Penelitian
Adapun langkah-langkah penelitian yang digunakan penulisan adalah sebagai berikut:
1.       Jenis Data
Data adalah serangkaian fakta yang dibentuk atau disusun berdasarkan kerangka berpikir dan metode tertentu, yaitu kerangka perpikir ilmiah (Yaya Suryana & Tedi Priyatna, 2009:164) berdasarkan atas dua, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk bilangan. Sedangkan data kuantitatif adalah data yang berbentuk bilangan.
Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan untuk memecahkan masalah yang ada, dengan menggunakan data kualitatif (menggunakan data dengan teknik observasi dan wawancar) juga data kuantitatif (angket) yang hasilnya diteliti dengan menggunakan analisis statistik. oleh karna itu, penulis memilih data kuantitatif yang diserahkan kepada seluruh siswa kelas V SDN Cijawura Bandung, yaitu mengenai pendidikan agama dari orangtua di rumah hubunganya dengan akhlak siswa di sekolah. Data ini akan di analisis dengan analisis statistik.
2.      Sumber Data
Data yang digunakan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden (siswa) sedangkan data sekunder diperoleh dari orangtua, kepala sekolah, guru agama, dan staf tata usaha. Dalam hal ini juga akan ditentukan :
a.       Lokasi
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan di SDN Cijawura yang berlokasi di jalan cijawura,  Kecamatan Buahbatu Kota Bandung. Penentuan lokasi didasarkan pada fakta penulisan menemukan permasalahan yang akan diteliti juga tersedian berbagai sumber data yang diperlukan.
b.      Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek/objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009:61). Populsi ini adalah seluruh siswa kelas V SDN Cijawura yang berjumlah 152 orang. Apabila subjek penelitian kurang dari 100 orang, maka semua subjek penelitian dijadikan objek penelitian dan dinamakan penelitian populasi (Suharsimi, 2006:134).
c.       Sampel
Sampel adalah contoh yang dianggap mewakili populasi atau cerminan dari keseluruhan objek yang diteliti (Yaya Suryana & Tedi Priyatna, 2009:176). Apabila subjek penelitian lebih dari 100 orang maka dapat di ambil sampel dari populasi tersebut yaitu 10% - 15% atau 20% - 25% atau lebih.
Dari populasi yang berjumlah 124 siswa tersebut diatas diambil beberapa sampel untuk dijadikan subjek penelitian. mengacu pendapat diatas maka diambil sampel prosentase 25% sehingga sampelnya adalah 26% x 124 =32,24  dibulatkan menjadi 33 orang.
Tabel 1
Keadaan Populasi dan Sampel
No
Kelas
Jumlah populsi
Jumlah sampel
Keterangan
1
V
124
33
Sampel yang diambil 33 orang
Jumlah
33 orang

3.      Metode & Teknik Pengumpulan Data :
a.       Metoda
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metoda penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginformasikan objek sesuai dengan apa adanya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif, yaitu metode yang diarahkan untuk memecahkan masalah dengan cara memaparkan atau menggambarkan apa adanya hasil penelitian.
b.      Teknik Pengumpulan Data
Data yang terkumpul terdiri dari data kualitatif dan data kuantitati. Untuk data kualitatif dengan teknik sesuai dengan data yang diangkat, seperti :
1.               Angket
Angket adalah instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam teknik komunikasi tak langsung, artinya responden secara tidak langsung menjawab daftar pertanyaan tertulis yang dikirim melalui media tertentu (M. Subana, 2000:30). Pengumpulan data melalui angket ini penulis lakukan terhadap sejumlah responden dari sampel yang akan diteliti yaitu siswa-siswi kelas V SDN Cijawura Bandung. Angket dalam penelitian ini berisi pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan indikator pada variabel X dan Y yang akan diteliti.
Jumlah item angket dalam penelitian ini adalah 15 buah, dengan setiap item angket disediakan alternatif 5 jawaban berjenjang. untuk pertanyaan positif tiap option a = 5, b = 4,  c = 3, d = 2, e = 1. sedangkan untuk pertanyaan negatif setiap option memiliki nilai sebaliknya yaitu a = 1, b = 2, c = 3, d = 4, e = 5.
2.               Observasi
Observasi merupakan teknik pengamatan dan pencatatan sistematis dari fenomena-fenomena yang diselidiki (Yaya Suryana & Tedi Priyatna, 2009:193). Obsevasi yaitu dengan melakukan pengamatan yang dijadikan lokasi penelitian guna mendapatkan data yang diperlukan. Maka peneliti melakukan observasi kepada siswa siswi kelas V SDN Cijawura Bandung. cara ini dilakukan untuk memperoleh data tentang fakta-fakta yang langsungndapat diamati dilikasi penelitian tentang kondisi objektif penelitian yang meliputi keadaan staf pengajar, prilaku siswa di sekolah, keadaan siswa terhadap guru disekolah, dan terutama pada saat PBM dikelas.
3.               Wawancara
Wawancara adalah pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya (M. Subana, 2000:29). Dengan teknik ini penelitian bisa memperoleh data yang tidak bisa didapatkan melalui propesi observasi, dengan wawancara bisa menjaga objektifitas data dan fakta yang dihasilkan melalui responden, juga informasi yang berhubungan langsung dengan permasalahan yang sedang diteliti.
Wawancara ini dilakukan penulis dengan sumber data sebagai sumber informasi yaitu orangtua, guru bidang studi pendidikan agama islam, wali kelas, kepala sekolah serta pada sejumlah siswa. Teknik ini juga memudahkan penelitian untuk mendapat gambaran yang jelas tentang akhlak siswa di sekolah kelas V SDN Cijawura, juga pelaksanaan perilaku sehari hari di sekolah.
4.               Analisis Data
Analisis data digunakan sesuai jenis data yang dikumpulkan yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kuantitatif akan diolah dengan teknik statistik sedangkan data kualitatif diolah dengan teknik logika. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam analisis statistik tersebut sebagai berikut :
a.       Analisis parsial indikator
Untuk menjawab variabel X dan variabel Y dilakukan indikator tiap item dengan rumusan sebagai berikut :
1)      Analisis perindikatoran
Untuk variabel X dengan rumus:
Mean Indikator X=
Untuk variabel Y dengan rumus:
Mean indikator Y=
(Hasan Gaos, 1993:177)
Hasil perhitungan rata-rata per-indikator tersebut akan diinterpestasikan kedalam skala penilaian sebagai berikut:
0,51-1,50
Sangat rendah
1,51-2,50
Rendah
2,51-3,50
Cukup
3,51-4,50
Tinggi
4,51-5,50
Sangat tinggi




                             (Suharsimi Arikanto, 2006:247)
b.      Uji Normalitas Data
Uji normalitas masing-masing variabel dengan langkah-langkah sebagai berikut :
 a)  Menyusun tabel distribusi frekuensi masing-masing variabel, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Mencari rentang skor (R), dengan rumus:
R = (H –L) + 1                                             (Sudjana, 2002: 47)
(2) Mencari kelas interval (Ki) dengan rumus:
K = 1 + 3,3 log n                                          (Sudjana, 2002: 47)
(3) Mencari panjang interval (P), dengan rumus:
P = R : K                                                      (Sudjana, 2002: 47)
b) Mencari tendensi sentral (kecenderungan posisi), dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(1). Menentukan nilai mean (X), dengan rumus:
X=                                                    (Sudjana, 2002:70)
(2). Menentukan Median (Me), dengan rumus:
Me = b + p                                 (Sudjana, 2002:79)
(3). Menentukan Modus (Mo), dengan rumus:
Mo = b + p                                   (Sudjana, 2002:77)
c). Membuat tabel distribusi frekuensi observasi dan espektasi untuk memperoleh harga-harga normalitas
Z hitung
d). Mencari harga Chi kuadrat (X2) dengan rumus:
      X2 =                                             (Sudjana, 2002:273)
e). Menentukan derajat kebebasan (dk), dengan rumus:
      Dk = k-3
f). menentukan nilai Chi kuadrat (X2) dari daftar tabel dengan taraf signifikasi 5 %
c.  Penafsiran Variabel
1. Variabel X ( Pendidikan agama dari orangtua dirumah)
      Hasil uji tendensi sentral (mean, median, modus) akan ditafsirkan dengan standar sebagai berikut:
Angka
Predikat
80 – 100
70 – 79
60 – 69
50 – 59
0 - 49
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Gagal
(Muhibbin Syah, 2004: 153)
2. Variaberl Y (Akhlak siswa disekolah)
4,51 – 5,50
Sangat tinggi
3,51 – 4,50
Tinggi
2,51 – 3,50
Cukup
1,51 – 2,50
Rendah
0,51 – 1,50
Sangat rendah
      Hasil uji tendensi sentral (mean, median, modus) akan ditafsirkan dengan skala normal absolut sebagai berikut:




                                                                                           (Anas Sudijono, 2008:96)
Catatan : Jika data berdistribusi normal, maka penafsirannya (CUKUP) dilihat meannya saja; tetapi jika data berdistribusi tidak normal, (HARUS) dilihat ketiga tiganya, yaitu mean, median dan modusnya

   d.Analisi Korelasi & Pengaruh
Setelah kedua variabel dianalisis secara terpisah, maka langkah-langkah selanjutnya adalah menganalisis hubungan antara variabel X dengan variabel Y. sebagai berikut :
1)      Menguji linearitas regresi dan dari kedua variabel, dengan langkah sebagai berikut:
                                      (Sudjana, 1996:315)
2)      Uji Linearitas regresi, dengan langkah-langkah sebagi berikut:
a)      Menghitung jumlah kuadrat regresi a, yaitu : JK (a) =
b)      Menghitung jumlah kuadrat regresi b terhadap a dengan rumus:
JK (b/a) =
c)      Menghitung jumlah kuadrat residu, dengan rumus:
JKr =
d)     Menghitung jumlah kuadrat kekeliruan yang akan dihitung dengan menggunakan regresi b, dengan rumus:
JK(kk) =
e)      Menghitung jumlah kuadrat ketidakcocokan, yaitu:
JKtc = JKr - JKkk
f)       Menghitung derajat kebeasan kekerliuran dengan rumus:
Dbkk = n - k
g)      Menghitung derajat kebebasan ketidakcocokan:
Dbtc = k – 2
h)      Menghitung rata-rata kuarat kekeliruan dengan rumus:
RKkk = JKkk : dbkk
i)        Menghitung ketidakcocokan kuadrat derajat rumus:
RKtc = JKtx : dbtc
j)        Menghitung F ketidakcocokan dengan rumus:
Ftc = RKtc : RKkk
k)      Menghitung F dengan taraf kepercayaan 5%
l)        Pengujian regresi dengan ketentuan:
(1)   Jika Ftc hitung F tabel = regresi linier
(2)   Jika Ftc hitung F tabel = regresi tidak linier
3)      Menghitung koefisien korelasi, dengan ketentuan sebagai berikut:
Jika kedua variabel berdistribusi dan regresinya linier, maka rumusnya yang digunakan adalah rumus product moment, yaitu:
                       (Sudjana, 1996:369)
Bila tidak normal atau tidak linea, maka digunakan pendekatan rang spearman, yaitu:
4)      Uji hipotesis dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Menghitung nilai t hitung, yaitu:
                                           (Sudjana, 1996:369)
Dalam hal ini digunakan prinsip pengujian, apabila harga t hit < t tab pada taraf signifikasi 95% dan derajat keabsahan (dk = N – 2) hipotesis diterima, sedangkan dalam keadaan yang lain hipotesis ditolak.
5)      Menafsirkan nilai r (korelasi) dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
0,00 – 0,20      =  Tidak ada korelasi
0,21 – 0,40      =  Korelasi rendah
0,41 – 0,60      =  Korelasi sedang
0,61 – 0,80      =  Korelasi tinggi
0,81 – 1,00      =  Korelasi sempurna
6)      Menentukan besarnya pengaruh hubungan variabel X dan Y
a)      Derajat tidak ada korelasi (k) dengan rumus:
K =
b)      Ramalan besarnya pengaruh (E) dengan rumus:
E = 100 (1- k)                                      (Hasan Gaos, 1983:118)



       









DAFTAR PUSTAKA
Anas Sudijono
            2003  Pengantar Statistik Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Bukhari Umar.
2010  Ilmu Pendidikan Islam. , Amzah, Jakarta

Daradzat Zakiyah.
1993 Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Rosdakarya, Bandung

Muhibbin Syah
2003 psikologi belajar, Rajawali Press, jakarta

Murip Yahya
2009 Pengantar pendidikan, Prospect, Bandung

M. Subana
2005 Statistik Pendidikan, CV. Pustka Setia, Bandung

Suharsimi Arikanti
2006 prosedur penelitian, Rineka Cipta, bandung

Soekarno
1983 Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Akasar,  Bandung.

Yaya Suryana & Tedi Priatna
2009 Metodologi penelitian Pendidikan, Azkia Pustaka Utama, Bandung.

Zuhairini.
1893 Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, Usaha Nasional Surabaya.


OUT LINE
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI                                                                                                       
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN

BAB   I     PENDAHULUAN
A.        Latar Belakang Masalah
B.         Perumusan Masalah
C.         Tujuan Penilitian
D.        Kerangka Pemikiran
E.         Hipotesis
F.          Langkah-langkah Penelitian

BAB II :  ANALISIS TEORITIK TENTANG PENDIDIKAN AGAMA, ORANGTUA, DENGAN AKHLAK SISWA
A.         Pendidikan agama dari orangtua
1.      Pengertian Pendidikan Agama
2.      Objek Pendidikan Agama
3.      Jenis-jenis Pendidikan Agama
4.      Indikator Pendidikan Agama
B.         Orangtua
1.     Pengertian Orangtua
2.     Materi Orangtua
3.     Metodologi Orangtua
C.         Akhlak siswa
        1. Pengertian Akhlak
        2. Faktor yang mempengaruhi Akhlak siswa
        3. Indikator Akhlak
D.         Hubungan Antara Pendidikan Agama dari orangtua Dengan Akhlak Siswa
1.      Pendidikan agama dari orangtua sebagai komponen utama keberhasilan pada  akhlak siswa
2.      Akhlak siswa  dipengaruhi oleh  Pendidikan agama dari orangtua

BAB  III   LAPORAN HASIL PENELITIAN
A.         Kondisi Objektif Lokasi Penelitian
B.         Realitas Pendidikan Agama Dari Orangtua Di Rumah  
C.         Realitas Akhlak Siswa Kelas V SDN Cijawura Bandung
D.         Realitas Hubungan antara Pendidikan Agama dari Orangtua di rumah dengan Akhlak siswa di sekolah

BAB  IV  PENUTUP
A.           Simpulan
B.            Implikasi

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

KISI KISI PENELITIAN
PENDIDIKAN AGAMA DARI ORANGTUA DI RUMAH HUBUNGANNYA DENGAN AKHLAK SISWA DI SEKOLAH
(Penelitian Terhadap Siswa Kelas V SDN Cijawura Bandung)
No
Pokok Bahasan
Indikator
Sumber
TPD
No. Item
1
Pendidikan Agama Dari Orangtua Di Rumah
1.Pendidikan Agama
2.Latihan
3.Pembinaan &    
    Bimbingan
4. Perjuangan keras dan sungguh – sungguh

S
I
S
W
A

A
N
G
K
E
T
1,2,3
4,5,6
7,8,9,10,11,12,
13,14,15,16,17

18,19,20

2
Akhlak Siswa Di Sekolah
1.Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.Berakhlak  mulia
3.Sehat
4.Berilmu
5.Budi pekerti
6.Kreatif
7.Mandiri
8.Menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dokumen pada guru kelas, guru bidang studi PAI
Menyalin dokumen

3
Kondisi Objektif
Lokasi  sekolah rumah, data murid dan data guru
Kepsek, guru kelas, guru PAI, orangtua
Observasi, Wawancara


PENDIDIKAN AGAMA DARI ORANGTUA DI RUMAH HUBUNGANNYA DENGAN AKHLAK SISWA DI SEKOLAH
(Penelitian Terhadap Siswa Kelas V SDN Cijawura Bandung)

USULAN RENCANA PENELITIAN
(PROPOSAL SKRIPSI)
Diajukan untuk :
TUGAS AKHIR DAN UAS
MATA KULIAH
METODE PENELITIAN PENDIDIKAN
(KUANTITATIF)
Dosen Pengasuh :
YAYA SURYANA
-oOo-

Disusun Oleh:
YULIA SYARIFAH
No. Pokok: 1211202271
(Semester III Kls B Kualifikasi)

PROGRAM S1 KUALIFIKASI PRODI PAI
FAK.TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SGD BANDUNG
BANDUNG
2012