“problem
sosial dan tri pusat pendidikan”
PENYELESAIAN
PROBLEM SOSIAL MELALUI OPTIMALISASI FUNGSI TRI PUSAT PENDIDIKAN
1. Problem
Sosial pada beberapa daerah
Premanisme, perjudian dan minuman
keras yang muncul karena rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, kemiskinan
dan kurangnya penegakan hukum.. Dari pengamatan penulis rendahnya tingkat
pendidikan ini dimulai dari tingkat pendidikan orang tua sehingga menyebabkan :
1. Kesadaran akan pendidikan anak kurang
2. Tidak berfungsinya pendidikan keluarga
Faktor ekonomi (kemiskinan)
karena kesulitan pekerjaan atau penghasilan rendah yang dialami masyarakat
tertentu akan menyebabkan :
1. Kemampuan menyekolahkan anak berkurang
2. Pencarian jalan pintas untuk mencapai kesejahteraan memunculkan
premanisme dan perjudian.
3. Pengangguran mendekatkan mereka pada minuman keras.
Problem di atas bertambah luas
dan rumit juga diakibatkan penegakan hukum yang sangat lemah oleh aparat
keamanan.
2.
optimisasi fungsi tri pusat
pendidikan
Penyelenggaraan
pendidikan adalah menjadi tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat dan
pemerintah, karena itu pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di
dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat (Guruvalah 2003 :1). Pendidikan kita terdiri atas tiga bagian.
Pertama, pendidikan informal (keluarga), formal (sekolah) dan nonformal
(masyarakat). Sasaran yang ingin dicapai dari pendidikan kita adalah pembentukan
aspek kognitif (intelektual), afektif (sikap mental atau moral) dan
psikomotorik (skill/keterampilan). Idealnya, pembentukan aspek kognitif menjadi
tugas dan tanggung jawab para pendidik (guru) di sekolah, pembentukan aspek
efektif menjadi tugas dan tanggung jawab orangtua dan pembentukan aspek
psikomotorik menjadi tugas dan tanggung jawab masyarakat (lembaga-lembaga
kursus, dan sejenisnya). Dengan adanya pembagian tugas seperti ini, masalah
pendidikan sebenarnya menjadi tanggung jawab semua pihak: orangtua, pendidik
(guru) dan masyarakat. Pendidikan moral seperti agama, budi pekerti, etika, dan
sejenisnya, menjadi tugas dan tanggung jawab orangtua. Pendidikan keterampilan
seperti kursus komputer, bahasa asing, menjahit, dan sebagainya, menjadi tugas
dan tanggung jawab masyarakat (lembaga-lembaga kursus). Sedangkan pendidikan
iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) menjadi tugas dan tanggung jawab para
pendidik (guru) di sekolah. Tapi karena tidak setiap keluarga mampu memberikan
pendidikan yang dimaksud dalam keluarga, maka sekolah sering merasa perlu untuk
memberikan tanggungjawabnya untuk mengembangkan seluruh kemampuan siswa,
sehingga sekolah sering memberikan muatan-muatan yang dapat bermanfaat bagi
siswa (bukan kognitif saja).
Pada umumnya
sekolah sebagai lembaga pendidikan dan merupakan pusat kegiatan belajar
mengajar dijadikan tumpuan dan harapan orang tua, keluarga, masyarakat, bahkan
pemerintah. Karena itu, sekolah senantiasa memberikan pelayanan pendidikan,
pengajaran, dan pelatihan yang bersifat ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK),
keterampilan, dan pembentukan sikap mental yang baik bagi peserta didiknya.
Karena sekolah diberi tumpuan sedemikian besar, maka berimplikasi juga pada
kemampuan masyarakat untuk dapat melanjutkan sekolah, akhirnya banyak
masyarakat tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Di lain pihak usaha
Pemerintah untuk mengembangkan pendidikan luar sekolah terlihat setengah hati,
ini terlihat dari kecilnya proporsi biaya dan kegiatan untuk pendidikan luar
sekolah dibandingkan pendidikan formal. Sehingga tidak heran bila kita melihat
pengangguran dan problem sosial semakin banyak terjadi di negara kita padahal
kalau kita lihat, jumlah sekolah saat ini lebih banyak dibandingkan pada
masa-masa yang lampau.
Melihat
keadaan seperti itu selain disebabkan oleh faktor ekonomi dan penegakan hukum,
problem sosial yang terjadi di beberapa daerah, desa atau kampung disebabkan
oleh faktor pendidikan. Jika ditengok ke belakang bahwa pendidikan kita
mempunyai pilar yang disebut tri pusat pendidikan, maka terlihat tiga pilar pendidikan kita berjalan
tidak optimal. Ketidakoptimalan ini terjadi karena pendidikan formal,
pendidikan keluarga dan pendidikan masyarakat berjalan tidak terpadu, bahkan
terjadi dikotomi, kadang terjadi saling menyalahkan antara keluarga dan sekolah
atau masyarakat tentang penyebab suatu permasalahan yang diakibatkan oleh
pendidikan, seperti tanggungjawab pendidikan moral atau agama. Untuk
menyelesaikan problem sosial di beberapa daerah, perlu mengoptimalkan tri pusat
pendidikan tersebut dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Pemerataan Pendidikan formal
2. Muatan nilai pada
pendidikan formal
3. Memperbanyak peran pendidikan luar sekolah.
A.Pemerataan Pendidikan Formal
Walaupun pendidikan formal untuk
masyarakat kita dapat dikatakan merata, tapi perlu ditinjau kembali sejauh mana
bisa memberikan kontribusi untuk menyelesaikan problem sosial di atas. Khusus untuk desa atau kampung yang mempunyai
problem sosial yang tinggi, perlu dilakukan terobosan oleh pemerintah dengan
membebaskan pembayaran BP3 pada siswa-siswa yang berasal dari tempat tersebut.
Walaupun harus diakui BP3 memberikan kontribusi yang besar pada pelaksanaan
pendidikan di sekolah dan peningkatan pendidikan, tetapi pada akhir-akhir ini
banyak terjadi ketidakadilan dalam kontribusi BP3 ini, karena terjadi
kesewenang-wenangan dalam hal jumlah iuran BP3. Hal ini terlihat banyak sekolah
negeri iuaran BP3nya lebih besar dibandingkan bebeberapa sekolah swasta,
padahal sekolah negeri sudah menerima subsidi dari pemerintah.
Pemerintah perlu memberi subsidi
yang nyata pada daerah-daerah yang banyak mengalami problem sosial, sehingga
peningkatan pendidikan pada anak-anak akan merubah sikap mental mereka di
kemudian hari. Dalam konteks otonomi daerah, Pemerintah Daerah dapat
menggunakan kebijakan daerah untuk memperhatikan daerahnya dan memberikan
subsidi yang nyata bagi daerah atau desa/kampung yang mengalami masalah sosial.
Pemerintah Daerah Jemberana misalnya, mengambil langkah yang spektakuler dengan
membebaskan siswa di kabupaten tersebut dari pembayaran SPP/BP3.
B. Muatan Nilai pada Pendidikan Formal
Muatan nilai pada pendidikan formal
sudah sangat sering didengar, bahkan sering menjadi polemik apakah menjadi mata
pelajatran tersendiri atau diintegrasikan pada mata pelajaran yang lainnya.
Dengan konsep Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebenarnya sangat
memungkinkan memasukkan muatan nilai pada mata pelajaran yang sudah ada. Pada dasarnya
pendidikan bertugas mempersiapkan anak untuk menghadapi hari esok. Dengan
demikian pendidikan seyogyanya sesuai dengan kebutuhan anak kelak manakala
mereka terjun ke masyarakat. Pendidikan berkewajiban menanamkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan individu dalam mengarungi kehidupannya
di masyarakat. Sehingga pendidikan bidang-bidang studi turut pula bertanggung
jawab dalam mengembangkan kemampuan itu, (Harry Firman, 2004:3)
Sering terjadi
dikotomi atau saling menyalahkan tentang pendidikan nilai, apakah diberikan di
sekolah atau di keluarga/masyarakat. Pihak sekolah menganggap pendidikan nilai
ada di keluarga, karena sebagian besar waktu anak didik berada di rumah (bukan
di sekolah), sedangkan pihak orang tua atau masyarakat memandang karena tugas
sekolah juga mendidik aspek afektif dan psikomotorik ada pelajaran moral dan
agama, maka kesalahan sering dilimpahkan ke sekolah. Sebenarya pendidikan nilai
adalah tanggungjawab dari semuanya sebagai fungsi tri pusat pendidikan, sehingga
tidak perlu terjadi dikotomi, semua pihak harus bersatu padu untuk memberikan
pendidikan nilai pada anak atau siswa. Pendidikan agama menjadi tumpuan yang
terbesar untuk membentuk watak siswa sehingga memiliki kompetensi moral yang
cukup untuk membentuk kepribadian yang baik, dengan demikian kegagalan dalam
pendidikan keluarga (jika terjadi) dapat dikompensasi dengan pemberian muatan
nilai pada pendidikan formal.
C. Memperbanyak peran pendidikan luar sekolah.
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) sebenarnya
pendidikan yang strategis untuk menyelesaikan problem sosial, tetapi Pemerintah
justru tidak memberikan porsi yang cukup untuk berperan pada akhir-akhir ini.
Di era otonomi daerah, Pemerintah
perlu lebih menggerakkan pendidikan non formal tersebut untuk dapat membantu
menyelesaikan problem sosial tersebut. Pemda sebenarnya lebih mengetahui
kondisi daerahnya dibanding pemerintah pusat sehingga memiliki kebijakan yang
lebih tepat bagaimana menyelesaikan problem sosial yang dialami beberapa daerah.
Pendidikan non formal yang hanya bertumpu pada isu-isu yang sudah usang seperti
kejar paket A, B atau penuntasan buta aksara perlu dikurangi tetapi perlu
menambah atau meningkatkan kegiatan pada isu:
1. peningkatan kualitas program pendidikan perempuan dan pendidikan
orang tua
2. perluasan pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan
berkelanjutan melalui program pembinaan kursus, kelompok belajar usaha, magang,
dan beasiswa pelatihan.
Program Pendidikan Perempuan,
yakni program untuk memberikan serta meningkatkan pengetahuan, keterampilan serta sikap mental perempuan, sehingga mereka mampu
melaksanakan fungsi keluarga dalam
rangka terciptanya keluarga yang sehat dan sejahtera. Kegiatan-kegiatan dalam
program pendidikan perempuan adalah:
1. Pendidikan Keterampilan Usaha Perempuan (PKUP), guna memberikan
bekal kemampuan berusaha sehingga mereka memiliki sumber penghasilan yang tetap
2. Pendidikan Orangtua, guna memberikan bekal kemampuan dalam
melaksanakan fungsi keluarga; serta 3) Pemberdayaan Perempuan, guna memberdayakan perempuan
sebagai mitra sejajar pria (gender).
Kualitas pendidikan perempuan dan
orang tua pada daerah-daerah dengan problem sosial tinggi, akan memberikan
dampak yang positif terhadap pendidikan keluarga. Kita mengetahui perempuan dapat
menopang ekonomi keluarga, dan lebih banyak bertemu anggota keluarga dalam
konteks pendidikan keluarga sehingga ini dapat membawa iklim positif bagi
penyelesaian problem sosial
Program Pendidikan Berkelanjutan,
terdiri dari:
1. program yang berorientasi pada pemberian bekal pengembangan diri
dan profesionalisme melalui kursus yang
sesuai dengan kebutuhan warga, seperti: jasa, bahasa, pertanian,
kerumahtanggaan, kesehatan, teknik dan perambahan, olahraga kesenian, kerajinan
dan industri, serta keterampilan khusus
2. program yang berorientasi pada pemberian bekal untuk bekerja
mencari nafkah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup melalui program
Kejar Usaha, Magang, Beasiswa/Kursus
3. program yang berorientasi pada bekal untuk melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi, yang dilaksanakan melalui program Paket C Setara
SMU yang diintegrasikan dengan pendidikan keterampilan sehingga adanya
peningkatan pengetahuan disertai dengan peningkatan kemampuan
bermatapencaharian.
Peningkatan kualitas pendidikan
berkelanjutan pada daerah-daerah bermasalah.akan memberikan dampak ekonomi yang
bagus, sehingga lambat laun kemiskinan pada daerah bermasalah dapat dikurangi.
Pemberian keterampilan akan memberikan ruang yang kondusif bagi penambahan
penghasilan keluarga dan dengan adanya kegiatan usaha maka prilaku-prilaku
buruk seperti perjudian, minuman keras dapat dikurangi.
3.
kesimpulan
Dari uraian di atas dapat
dikemukakan bahwa problem sosial seperti premanisme, perjudian dan minuman
keras mengalami peningkatan di beberapa kampung, desa atau daerah, yang perlu
dicarikan jalan untuk dapat diselesaikan oleh segenap komponen masyarakat.
Dengan semangat otonomi daerah, Pemerintah Daerah dapat lebih terbuka
mengetahui permasalahan-permasalahan tersebut dan memberikan
kebijakan-kebijakan yang mengarah bagi penyelesaian problem sosial melalui
optimalisasi fungsi tri pusat pendidikan. Optimalisasikan fungsi tri pusat
pendidikan melalui :
1. Pemerataan pendidikan formal melalui pemberian subsidi langsung
kepada siswa dari daerah-daerah yang mengalami problem sosial
2. Muatan nilai pada pendidikan formal melalui pengitregasian
muatan nilai ke mata pelajaran pokok
3. Memperbanyak peran pendidikan luar sekolah/nonformal pada
daerah-daerah yang mengalami problem sosial dengan :
a.
peningkatan kualitas
program pendidikan perempuan dan pendidikan orang tua,
b.
perluasan pemerataan dan
peningkatan kualitas pendidikan berkelanjutan melalui program pembinaan kursus,
kelompok belajar usaha, magang, dan beasiswa pelatihan.
Pemerintah Daerah selayaknya lebih
memperhatikan problem sosial yang terjadi di beberapa daerah, desa, kampung
dengan memberikan peningkatan kualitas pendidikan baik pendidikan formal maupun
nonformal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar