Rabu, 27 Februari 2013

Qurban dan Aqiqah


BAB II
PEMBAHASAN

I.                    PEMBAHASAN QURBAN
Berqurban merupakan bagian dari Syariat Islam yang sudah ada semenjak manusia ada. Ketika putra-putra nabi Adam AS diperintahkan berqurban. Maka Allah SWT menerima qurban yang baik   dan diiringi ketakwaan dan menolak qurban yang buruk. Allah SWT berfirman:
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa” (QS Al-Maidah 27).
A.        Definisi Qurban
Kata qurban yang kita pahami, berasal dari bahasa Arab, artinya pendekatan diri, sedangkan maksudnya adalah menyembelih binatang ternak sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah. Arti ini dikenal dalam istilah Islam sebagai udhiyah. Udhiyah secara bahasa mengandung dua pengertian, yaitu kambing yang disembelih waktu Dhuha dan seterusnya, dan kambing yang disembelih di hari ‘Idul Adha. Adapun makna secara istilah, yaitu binatang ternak yang disembelih di hari-hari Nahr dengan niat mendekatkan diri (taqarruban) kepada Allah dengan syarat-syarat tertentu (Syarh Minhaj).
B.        Hukum Qurban
Disyariatkannya qurban sebagai simbol pengorbanan hamba kepada Allah SWT, bentuk ketaatan kepada-Nya dan rasa syukur atas nikmat kehidupan yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya. Hubungan rasa syukur atas nikmat kehidupan dengan berqurban yang berarti menyembelih binatang dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, bahwa penyembelihan binatang tersebut merupakan sarana memperluas hubungan baik terhadap kerabat, tetangga, tamu dan saudara sesama muslim. Semua itu merupakan fenomena kegembiraan dan rasa syukur atas nikmat Allah SWT kepada manusia, dan inilah bentuk pengungkapan nikmat yang dianjurkan dalam Islam:
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)” (QS Ad-Dhuhaa 11). Kedua, sebagai bentuk pembenaran terhadap apa yang datang dari Allah SWT. Allah menciptakan binatang ternak itu adalah nikmat yang diperuntukkan bagi manusia, dan Allah mengizinkan manusia untuk menyembelih binatang ternak tersebut sebagai makanan bagi mereka. Bahkan penyembelihan ini merupakan salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah SWT. Berqurban merupakan ibadah yang paling dicintai Allah SWT di hari Nahr, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat At-Tirmidzi dari ‘Aisyah RA. bahwa Nabi SAW bersabda:
“Tidaklah anak Adam beramal di hari Nahr yang paling dicintai Allah melebihi menumpahkan darah (berqurban). Qurban itu akan datang di hari Kiamat dengan tanduk, bulu dan kukunya. Dan sesungguhnya darah akan cepat sampai di suatu tempat sebelum darah tersebut menetes ke bumi. Maka perbaikilah jiwa dengan berqurban”. Hukum qurban menurut jumhur ulama adalah sunnah muaqqadah sedang menurut mazhab Abu Hanifah adalah wajib. Allah SWT berfirman:
فَصَلِّلِرَبِّكَوَانْحَر
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah” (QS Al-Kautsaar: 2).
Rasulullah SAW bersabda:
منكانلهسعةولميضحفلايقربنمصلانا
“Siapa yang memiliki kelapangan dan tidak berqurban, maka jangan dekati tempat shalat kami” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
Dalam hadits lain: “Jika kalian melihat awal bulan Zulhijah, dan seseorang di antara kalian hendak berqurban, maka tahanlah rambut dan kukunya (jangan digunting)” (HR Muslim).
Bagi seorang muslim atau keluarga muslim yang mampu dan memiliki kemudahan, dia sangat dianjurkan untuk berqurban. Jika tidak melakukannya, menurut pendapat Abu Hanifah, ia berdosa. Dan menurut pendapat jumhur ulama dia tidak mendapatkan keutamaan pahala sunnah.
C.      Hukum Menjual Bagian Qurban
Orang yang berqurban tidak boleh menjual sedikitpun hal-hal yang terkait dengan hewan qurban seperti, kulit, daging, susu dll dengan uang yang menyebabkan hilangnya manfaat barang tersebut. Jumhur ulama menyatakan hukumnya makruh mendekati haram, sesuai dengan hadits:
“Siapa yang menjual kulit hewan qurban, maka dia tidak berqurban” (HR Hakim dan Baihaqi). Kecuali dihadiahkan kepada fakir-miskin, atau dimanfaatkan maka dibolehkan. Menurut mazhab Hanafi kulit hewan qurban boleh dijual dan uangnya disedekahkan. Kemudian uang tersebut dibelikan pada sesuatu yang bermanfaat bagi kebutuhan rumah tangga.
D.      Hukum Memberi Upah Tukang Jagal Qurban
Sesuatu yang dianggap makruh mendekati haram juga memberi upah tukang jagal dari hewan qurban. Sesuai dengan hadits dari Ali RA:
“Rasulullah SAW memerintahkanku untuk menjadi panitia qurban (unta) dan membagikan kulit dan dagingnya. Dan memerintahkan kepadaku untuk tidak memberi tukang jagal sedikitpun”. Ali berkata:” Kami memberi dari uang kami” (HR Bukhari).
E.       Kategori Penyembelihan
Amal yang terkait dengan penyembelihan dapat dikategorikan menjadi empat bagian. Pertama, hadyu; kedua, udhiyah sebagaimana diterangkan di atas; ketiga, aqiqah; keempat, penyembelihan biasa. Hadyu adalah binatang ternak yang disembelih di Tanah Haram di hari-hari Nahr karena melaksanakan haji Tamattu dan Qiran, atau meninggalkan di antara kewajiban atau melakukan hal-hal yang diharamkan, baik dalam haji atau umrah, atau hanya sekedar pendekatan diri kepada Allah SWT sebagai ibadah sunnah. Aqiqah adalah kambing yang disembelih terkait dengan kelahiran anak pada hari ketujuh sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah. Jika yang lahir lelaki disunnahkan 2 ekor dan jika perempuan satu ekor.
F.       Binatang yang Boleh Diqurbankan
Adapun binatang yang boleh digunakan untuk berqurban adalah binatang ternak (Al-An’aam),
1.       unta
2.       sapi
3.       kambing, jantan atau betina.
Sedangkan binatang selain itu seperti burung, ayam dll tidak boleh dijadikan binatang qurban. Allah SWT berfirman:
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka” (QS Al-Hajj 34).
Kambing untuk satu orang, boleh juga untuk satu keluarga. Karena Rasulullah SAW menyembelih dua kambing, satu untuk beliau dan keluarganya dan satu lagi untuk beliau dan umatnya. Sedangkan unta dan sapi dapat digunakan untuk tujuh orang, baik dalam satu keluarga atau tidak, sesuai dengan hadits Rasulullah SAW:

عنجابرٍبنعبداللهقال: نحرنامعرَسُولِاللَّهِصَلَّىاللَّهُعَلَيهِوسَلَّمبالحُديبيةِالبدنةَعنسبعةٍوالبقرةَعنسبعةٍ
Dari Jabir bin Abdullah, berkata “Kami berqurban bersama Rasulullah SAW di tahun Hudaibiyah, unta untuk tujuh orang dan sapi untuk tujuh orang” (HR Muslim).
Binatang yang akan diqurbankan hendaknya yang paling baik, cukup umur dan tidak boleh cacat. Rasulullah SAW bersabda:“Empat macam binatang yang tidak sah dijadikan qurban: 1. Cacat matanya, 2. sakit, 3. pincang dan 4. kurus yang tidak berlemak lagi “ (HR Bukhari dan Muslim).
Hadits lain:“Janganlah kamu menyembelih binatang ternak untuk qurban kecuali musinnah (telah ganti gigi, kupak). Jika sukar didapati, maka boleh jadz’ah (berumur 1 tahun lebih) dari domba.” (HR Muslim).
Musinnah adalah jika pada unta sudah berumur 5 tahun, sapi umur dua tahun dan kambing umur 1 tahun, domba dari 6 bulan sampai 1 tahun. Dibolehkan berqurban dengan hewan kurban yang mandul, bahkan Rasulullah SAW berqurban dengan dua domba yang mandul. Dan biasanya dagingnya lebih enak dan lebih gemuk.
G.     Pembagian Daging Qurban
Orang yang berqurban boleh makan sebagian daging qurban, sebagaimana firman Allah SWT:“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi`ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur” (QS Al-Hajj 36).
Hadits Rasulullah SAW:“Jika di antara kalian berqurban, maka makanlah sebagian qurbannya” (HR Ahmad).
Bahkan dalam hal pembagian disunnahkan dibagi tiga. Sepertiga untuk dimakan dirinya dan keluarganya, sepertiga untuk tetangga dan teman, sepertiga yang lainnya untuk fakir miskin dan orang yang minta-minta. Disebutkan dalam hadits dari Ibnu Abbas menerangkan qurban Rasulullah SAW bersabda:“Sepertiga untuk memberi makan keluarganya, sepertiga untuk para tetangga yang fakir miskin dan sepertiga untuk disedekahkan kepada yang meminta-minta” (HR Abu Musa Al-Asfahani).
Tetapi orang yang berkurban karena nadzar, maka menurut mazhab Hanafi dan Syafi’i, orang tersebut tidak boleh makan daging qurban sedikitpun dan tidak boleh memanfaatkannya.
H.     Waktu Penyembelihan Qurban
Waktu penyembelihan hewan qurban yang paling utama adalah hari Nahr, yaitu Raya ‘Idul Adha pada tanggal 10 Zulhijah setelah melaksanakan shalat ‘Idul Adha bagi yang melaksanakannya. Adapun bagi yang tidak melaksanakan shalat ‘Idul Adha seperti jamaah haji dapat dilakukan setelah terbit matahari di hari Nahr. Adapun hari penyembelihan menurut Jumhur ulama, yaitu madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali berpendapat bahwa hari penyembelihan adalah tiga hari, yaitu hari raya Nahr dan dua hari Tasyrik, yang diakhiri dengan tenggelamnya matahari. Pendapat ini mengambil alasan bahwa Umar RA, Ali RA, Abu Hurairah RA, Anas RA, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar RA mengabarkan bahwa hari-hari penyembelihan adalah tiga hari. Dan penetapan waktu yang mereka lakukan tidak mungkin hasil ijtihad mereka sendiri tetapi mereka mendengar dari Rasulullah SAW (Mughni Ibnu Qudamah 11/114).
Sedangkan mazhab Syafi’i dan sebagian mazhab Hambali juga diikuti oleh Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa hari penyembelihan adalah 4 hari, Hari Raya ‘Idul Adha dan 3 Hari Tasyrik. Berakhirnya hari Tasyrik dengan ditandai tenggelamnya matahari. Pendapat ini mengikuti alasan hadits, sebagaimana disebutkan Rasulullah SAW:
“Semua hari Tasyrik adalah hari penyembelihan” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban). Berkata Al-Haitsami:” Hadits ini para perawinya kuat”. Dengan adanya hadits shahih ini, maka pendapat yang kuat adalah pendapat mazhab Syafi’i.
I.        Tata Cara Penyembelihan Qurban
Berqurban sebagaimana definisi di atas yaitu menyembelih hewan qurban, sehingga menurut jumhur ulama tidak boleh atau tidak sah berqurban hanya dengan memberikan uangnya saja kepada fakir miskin seharga hewan qurban tersebut, tanpa ada penyembelihan hewan qurban. Karena maksud berqurban adalah adanya penyembelihan hewan qurban kemudian dagingnya dibagikan kepada fakir miskin. Dan menurut jumhur ulama yaitu mazhab Imam Malik, Ahmad dan lainnya, bahwa berqurban dengan menyembelih kambing jauh lebih utama dari sedekah dengan nilainya. Dan jika berqurban dibolehkan dengan membayar harganya akan berdampak pada hilangnya ibadah qurban yang disyariatkan Islam tersebut. Adapun jika seseorang berqurban, sedangkan hewan qurban dan penyembelihannya dilakukan ditempat lain, maka itu adalah masalah teknis yang dibolehkan. Dan bagi yang berqurban, jika tidak bisa menyembelih sendiri diutamakan untuk menyaksikan penyembelihan tersebut, sebagaimana hadits riwayat Ibnu Abbas RA:
“Hadirlah ketika kalian menyembelih qurban, karena Allah akan mengampuni kalian dari mulai awal darah keluar”.
Ketika seorang muslim hendak menyembelih hewan qurban, maka bacalah: “Bismillahi Wallahu Akbar, ya Allah ini qurban si Fulan (sebut namanya), sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW:
“Bismillahi Wallahu Akbar, ya Allah ini qurban dariku dan orang yang belum berqurban dari umatku” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Bacaan boleh ditambah sebagaimana Rasulullah SAW memerintahkan pada Fatimah AS:
“Wahai Fatimah, bangkit dan saksikanlah penyembelihan qurbanmu, karena sesungguhnya Allah mengampunimu setiap dosa yang dilakukan dari awal tetesan darah qurban, dan katakanlah:” Sesungguhnya shalatku, ibadah (qurban) ku, hidupku dan matiku lillahi rabbil ‘alamiin, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan oleh karena itu aku diperintahkan, dan aku termasuk orang yang paling awal berserah diri” (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi)





II.                  PEMBAHASAN AKIKAH
A.      Pengertian akikah
Akikah adalah penyembelihan pada hari ke tujuh dari hari lahirnya anak (laki-laki atau perempuan).Hukum akikah sunat bagi orang yang wajib menanggung nafkah si anak.Untuk akikah sunat bagi orang yang wajib menanggung nafkah si anak.Untuk anak laki-laki hendaknya disembelih 2 ekor kambing, sedang untuk anak perempuan 1 ekor kambing. Disembelih pada hari ketujuh dari hari lahirnya anak kalau tidak dapat, boleh juga beberapa hari setelah hari itu. Asal anak belum sampai baligh (dewasa).
Anak yang baru lahir menjadi rungguhan sampai disembelihkan baginya akikah pada hari yang ke tujuh dari hari lahirnya,dan di hari itu juga hendaklah dicukur rambut kepalanya dan diberi nama (R.Ahmad dan Tirmidji).
Rungguhan ialah sebagaimana rungguhan yang harus ditebus dengan membayar utang. Ulama berpendapat bahwa akikah itu harus di laksanakan sebagaimana rungguhan terhadap orang berutang dan yang berpiutang bahwa anak itu jika menunggal dunia sewaktu kecilnya tidak akan member syafaat kepada ibu bapaknya.
Pendapat yang lain,akikah itu tidak wajib. Sabda Rasulullah :
Barang siapa diantara kamu ingin beribadah tentang anaknya, maka kerjakanlah untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sama umurnya dan untuk anak perempuan seekor kambing (HR. Ahmad Abu Dawud dan Nasai).
Hal-hal yang baik dilakukan sewaktu anak baru lahir.
Hendaklah di suapi dengan sesuatu yang manis karena Rasulullah Saw, pernah menyuapi anak yang baru lahir dengan kurma.
Hendaklah dibacakan adzan dekat telinganya yang kanan dan dibacakan iqamah di dekat telinganya yang kiri.
Sabda Rasulullah :
Dari Hasain Bin Ali ( cucu beliau SAW). Rasulullah SAW.telah bersabda”Barang siapa anaknya lahir, maka telinga yang kanan di adzani dan telinganya.di iqamah, niscaya selamatlah anak itu dari jin dan penyakit (di ketengahkan oleh Ibnu Sinni).
B. DALIL-DALIL SYAR’I TENTANG AQIQAH
Hadist No.1 :
Dari Salman bin ‘Amir Ad-Dhabiy, dia berkata : Rasululloh bersabda : “Aqiqah dilaksanakan karena kelahiran bayi, maka sembelihlah hewan dan hilangkanlah semua gangguan darinya.” [Shahih Hadits Riwayat Bukhari (5472), untuk lebih lengkapnya lihat Fathul Bari (9/590-592), dan Irwaul Ghalil (1171), Syaikh Albani]
Makna menghilangkan gangguan adalah mencukur rambut bayi atau menghilangkan semua gangguan yang ada [Fathul Bari (9/593) dan Nailul Authar (5/35), Cetakan Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, pent]
Hadist No.2 :
Dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah bersabda : “Semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuhnya disembelih hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya.” [Shahih, Hadits Riwayat Abu Dawud 2838, Tirmidzi 1552, Nasa’I 7/166, Ibnu Majah 3165, Ahmad 5/7-8, 17-18, 22, Ad Darimi 2/81, dan lain-lainnya]
Hadist No.3 :
Dari Aisyah dia berkata : Rasulullah bersabda : “Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing.” [Shahih, Hadits Riwayat Ahmad (2/31, 158, 251), Tirmidzi (1513), Ibnu Majah (3163), dengan sanad hasan]
Hadist No.4 :
Dari Ibnu Abbas bahwasannya Rasulullah bersabda : “Menaqiqahi Hasan dan Husain dengan satu kambing dan satu kambing.” [HR Abu Dawud (2841) Ibnu Jarud dalam kitab al-Muntaqa (912) Thabrani (11/316) dengan sanadnya shahih sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Daqiqiel ‘Ied]
Hadist No.5 :
Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah bersabda : “Barangsiapa diantara kalian yang ingin menyembelih (kambing) karena kelahiran bayi maka hendaklah ia lakukan untuk laki-laki dua kambing yang sama dan untuk perempuan satu kambing.” [Sanadnya Hasan, Hadits Riwayat Abu Dawud (2843), Nasa’I (7/162-163), Ahmad (2286, 3176) dan Abdur Razaq (4/330), dan shahihkan oleh al-Hakim (4/238)]
Hadist No.6 :
Dari Fatimah binti Muhammad ketika melahirkan Hasan, dia berkata : Rasulullah bersabda : “Cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan perak kepada orang miskin seberat timbangan rambutnya.” [Sanadnya Hasan, Hadits iwayat Ahmad (6/390), Thabrani dalam “Mu’jamul Kabir” 1/121/2, dan al-Baihaqi (9/304) dari Syuraiq dari Abdillah bin Muhammad bin Uqoil]
Dari dalil-dalil yang diterangkan di atas maka dapat diambil hukum-hukum mengenai seputar aqiqah dan hal ini dicontohkan oleh Rasulullah para sahabat serta para ulama salafus sholih.





BAB III
KESIMPULAN

Sesuatu yang perlu diperhatikan bagi umat Islam adalah bahwa berqurban (udhiyah), qurban (taqarrub) dan berkorban (tadhiyah), ketiganya memiliki titik persamaan dan perbedaan. Qurban (taqarrub), yaitu upaya seorang muslim melakukan pendekatan diri kepada Allah dengan amal ibadah baik yang diwajibkan maupun yang disunnahkan. Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya Allah berfirman (dalam hadits Qudsi): “Siapa yang memerangi kekasih-Ku, niscaya aku telah umumkan perang padanya. Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri pada-Ku (taqarrub) dengan sesuatu yang paling Aku cintai, dengan sesuatu yang aku wajibkan. Dan jika hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan yang sunnah, maka Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya dimana ia mendengar, menjadi penglihatannya dimana ia melihat, tangannya dimana ia memukul dan kakinya, dimana ia berjalan. Jika ia meminta, niscaya Aku beri dan jika ia minta perlindungan, maka Aku lindungi” (HR Bukhari).
Berqurban (udhiyah) adalah salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah dengan mengorbankan sebagian kecil hartanya, untuk dibelikan binatang ternak. Menyembelih binatang tersebut dengan persyaratan yang sudah ditentukan. Sedangkan berkorban (tadhiyah) mempunyai arti yang lebih luas yaitu berkorban dengan harta, jiwa, pikiran dan apa saja untuk tegaknya Islam. Dalam suasana dimana umat Islam di Indonesia sedang terkena musibah banjir, dan mereka banyak yang menjadi korban. Maka musibah ini harus menjadi pelajaran berarti bagi umat Islam. Apakah musibah ini disebabkan karena mereka menjauhi Allah SWT dan menjauhi ajaran-Nya? Yang pasti, musibah ini harus lebih mendekatkan umat Islam kepada Allah (taqqarub ilallah). Melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan yang tidak tertimpa musibah banjir ini dituntut untuk memberikan kepeduliannya dengan cara berkorban dan memberikan bantuan kepada mereka yang terkena musibah. Dan di antara bentuk pendekatan diri kepada Allah dan bentuk pengorbanan kita dengan melakukan qurban penyembelihan sapi dan kambing pada hari Raya ‘Idul Adha dan Hari Tasyrik. Semoga Allah menerima qurban kita dan meringankan musibah ini, dan yang lebih penting lagi menyelamatkan kita dari api neraka.
 Aqiqah pengertian dari segi bahasa ialah rambut dikepala kanak-kanak. Sementara pengertian aqiqah dari segi syara ialah binatang yang disembelih pada hari mencukur rambut bayi. Aqiqah sebagai ibadah yang telah disyariatkan oleh  Allah s.w.t. sebagaimana penjelasan Rasulullah s.a.w. dengan sabdanya yang bermaksud: "Setiap anak yang lahir itu  terpelihara dengan aqiqahnya yang disembelih untuknya pada hari ketujuh (daripada hari kelahirannya), dicukur dan diberi nama." (Riwayat Abu Dawud, al-Turmuzi dan Ibnu Majah)




BAB I
PENDAHULUAN

Berqurban merupakan bagian dari Syariat Islam yang sudah ada semenjak manusia ada. Ketika putra-putra nabi Adam AS diperintahkan berqurban. Maka Allah SWT menerima qurban yang baik dan diiringi ketakwaan dan menolak qurban yang buruk. Allah SWT berfirman:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ ءَادَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الآخَرِ قَالَ لأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa” (QS Al-Maaidah 27).
Qurban lain yang diceritakan dalam Al-Qur’an adalah qurban keluarga Ibrahim AS, saat beliau diperintahkan Allah SWT untuk mengurbankan anaknya, Ismail AS. Disebutkan dalam surat As-Shaaffaat 102: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Kemudian qurban ditetapkan oleh Rasulullah SAW sebagai bagian dari Syariah Islam, syiar dan ibadah kepada Allah SWT sebagai rasa syukur atas nikmat kehidupan. Begitupun dengan aqiqah, maka dari itu kami membuat makalah ini sebagai bahan pembelajaran mata kuliah fikih I dan pembelajaran dalam materi kurban dan aqiqah. Dan dosen bisa memeaklumi,membetulkan apabila ada kekeliruan atau kesalah dalam makalah ini .










DAFTAR PUSTAKA

Drs. UJANG DEDIH,M.Pd , fiqih ibadah. Tsabita
Internet artikel Qurban
Internet artikel Aqiqah

1 komentar:


  1. Biasanya semakin mendekati Idul Adha harga jual kambing qurban pasti semakin melambung tinggi saat mendekati Idul Adha, dan sering biasanya penjual memberi harga lebih murah di 3-5 bulan sebelumnya

    BalasHapus